Home Ekonomi Kurangi Ketergantungan Dolar, BI Perkuat Kerangka LCS dengan Malaysia & Jepang

Kurangi Ketergantungan Dolar, BI Perkuat Kerangka LCS dengan Malaysia & Jepang

Jakarta, Gatra.com - Bank Indonesia (BI) terus berupaya untuk mengurangi penggunaan dolar AS dengan membuat kesepakatan bilateral menggunakan mata uang lokal untuk penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi atau Local Currency Settlement (LCS) dengan negara-negara mitra.

LCS adalah bentuk kerja sama Indonesia dengan sejumlah bank sentral dan otoritas di negara mitra guna mempercepat pengembangan pasar, mengurangi volatilitas terhadap nilai tukar rupiah, dan meningkatkan efisiensi pasar.

Sejauh ini BI telah melakukan kesepakatan dalam kerangka LCS dengan empat negara, yaitu Malaysia, Thailand, Cina dan Jepang. Dari keempat negara tersebut, yang terbaru BI memperkuat kerangka penyelesaian transaksi dalam mata uang lokal dengan Malaysia dan Jepang.

Untuk diketahui, Malaysia dan Jepang merupakan negara mitra dagang utama bagi Indonesia baik untuk tujuan Ekspor. Volume ekspor Indonesia ke Malaysia dalam tujuh tahun terakhir mencapai rata-rata miliar dolar AS atau setara dengan 5,1 persen pangsa ekspor RI. Sedangkan terhadap Jepang, nilainya berada pada rata-rata 18,07 miliar dolar AS atau setara 10,9 persen.

Meski demikian, perdagangan bilateral Indonesia dengan Malaysia dan Jepang masih didominasi dolar AS. Dengan adanya LCS, ketergantungan pemakaian dolar AS secara bertahap terus diupayakan untuk dikurangi.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia, Donny Hutabarat mengungkapkan bahwa saat ini walau secara persentase masih terbilang kecil, nilai transaksi LCS terus mengalami akselrasi peningkatan.

“Sejak diterapkan 2018, angkanya perlahan meningkat tapi memang belum besar. Secara persentase mungkin kecil, tetapi pertumbuhannya cepat.” ungkap Donny kepada Gatra.com (10/08).

“Rata-rata transaksi LCS Malaysian Ringgit naik dari $22,5 juta per bulan di 2018 menjadi $49,6 juta di 2019 dan terus meningkat mencapai $50,3 juta pada tahun 2020.” paparnya.

Lebih lanjut, Donny memaparkan bahwa rasio transaksi perdagangan Indonesia-Malaysia menggunakan skema LCS (MYR/IDR) terhadap total perdagangan Indonesia-Malaysia telah mencapai 4,1% pada 2020, hampir 3 kali lipat rasio pada 2018 sebesar 1,4%.

Adapun perkembangan transaksi LCS antara Indonesia-Jepang, jelas Donny, juga sangat menjanjikan mengingat kerjasama tersebut baru mulai diimplementasikan sejak awal September 2020. Pada periode September-Desember 2020 rasionya terhadap total perdagangan Indonesia-Jepang baru tercatat sebesar 0,1%, kemudian pada periode Januari-Mei 2021 telah meningkat signifikan menjadi sekitar 3,4%.

“Angkanya waktu itu masih $9,8 juta per bulan di tahun 2020 tetapi pada tahun 2021 ini angka rata-rata per bulan ini $87,1 juta per bulan. Ini kenaikan angka yang cukup fantastis.” jelas Donny.

“Untuk Jepang ini kita lebih optimis karena akseptasi Yen lebih baik dari mata uang negara-negara emerging.Jadi mungkin ini ke depannya perkembangannya akan semakin baik” tambahnya.

Untuk diketahui, penguatan framework LCS Indonesia-Malaysia telah dilakukan pada 2 Agustus lalu, sementara pada 5 Agustus 2021 dilakukan amandemen untuk LCS Indonesia-Jepang.

Penguatan kerangka kerja sama LCS dengan Malaysia diperluas mencakup underlying transaksi LCS dengan menambahkan investasi langsung dan income transfer yang di dalamnya termasuk remitansi. Selain itu, kini terdapat pelonggaran aturan transaksi valas antara lain terkait perluasan instrumen lindung nilai dan peningkatan threshold nilai transaksi tanpa dokumen underlying sampai dengan 200.000 dolar AS per transaksi.

Terkait penguatan kerangka LCS dengan Jepang diperluas dengan mencakup relaksasi lebih lanjut pada kebijakan valuta asing yang relevan seperti perluasan hedging instrument dan fleksibilitas yang lebih besar baik bagi entitas di Jepang dalam menggunakan Rupiah, maupun konsumen di kedua negara.

Secara garis besar perluasan kerangka tersebut di antaranya menambah cross-currency swap dan domestic-NDF sebagai hedging instrument, menaikkan ambang batas untuk transaksi yang tidak memerlukan dokumen pokok sampai dengan 500.000 dolar per transaksi atau setara dengan nilai dalam mata uang lokal, sebelumnya, ambang batas tersebut ditetapkan sampai dengan 25.000 dolar AS.

Serta memperluas kriteria kelayakan untuk hedging yang mencakup transaksi investasi langsung dengan dokumen berbasis antisipatif dan memperpanjang hedging tenor berdasarkan dokumen berbasis antisipatif menjadi lebih dari satu tahun.
 


 

233