Pati, Gatra.com - Sejumlah ornamen unik tertata rapi pada etalase di showroom Mahya Craft, Jalan Penjawi nomor 57 Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Siapa sangka karya seni yang bahkan telah merambah pasar Eropa itu, sebelumnya adalah limbah besi.
Owner Mahya Craft, Lilik Teguh Prasetya mengatakan, telah menggeluti dunia kerajinan sejak tahun 1996. Hanya saja saat itu, ia memproduksi kap lampu. Baru pada 2017 silam, ia memberanikan diri untuk membuat kerajinan dari limbah besi yang memang banyak ditemui di lingkungannya.
"Awalnya saya melihat banyak limbah besi di sekitar rumah, terlebih di depan rumah ada bengkel motor. Di situ banyak onderdil-onderdil bekas kan. Karena basic saya orang seni, jadi saya coba otak-atik menjadi kerajinan. Iseh pajang, kok banyak yang minat," ujarnya, Selasa (10/8).
Semula Teguh berfokus mengolah limbah besi dengan sentuhan local wisdom setempat. Seperti ornamen penjual nasi gandul, penambak, dan petani. Namun seiring berjalannya bisnis, ia juga menerima pesanan dan permintaan pasar yang sedang digandrungi.
"Kami juga buat kerajinan rajutan kawat. Kebanyakan berbentuk hewan di antaranya gajah, macan, kura-kura, ikan, dan bebek. Kalau ukurannya besar, kami juga pakai kawat baru. Kalau yang kecil campuran bahan bekas dan baru," imbuh perajin yang menamai karyanya Opal Craft itu.
Hasil kerajinannya tidak hanya berkutat di Kabupaten Pati saja, tetapi telah merambah Yogyakarta, Jakarta, Bali, Surabaya, dan bahkan telah menembus pasar negara-negara di Eropa. "Kebanyakan permintaan datang dari luar Pati memang," ungkap pria berusia 52 tahun ini.
Produk kerajinannya, ia jual mulai dari harga puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Tergantung, tingkat kesulitan, volume dan besar, serta lama pengerjaan. Sementara untuk pengerjaan produk-produknya ia buat di Jalan Pajeksan nomor 121, Kecamatan Juwana.
"Kita buat ornamen aksesoris interior seperti orang-orangan, kap dan dudukan lampu, miniatur mobil, motor, miniatur hewan, bidak catur. Semuanya kita buat dari limbah besi yang tak terpakai. Untuk mendapatkan bahan baku, kita libatkan pemulung," terang warga Desa Pajeksan, Kecamatan Juwana ini.
Di masa pagebluk, Teguh mengaku mengalami penurunan omzet hingga 70% karena lesunya pasar. Imbasnya, ia terpaksa merumahkan separuh lebih karyawannya selama pandemi Covid-19.
"Permintaan ornamen memang sepi akhir-akhir ini, sementara kita fokus pembuatan kap lampu dulu. Dulu dibantu 30 orang, sekarang cuman 14 orang saja. Gimana lagi, terpaksa," ungkapnya.