Jakarta, Gatra.com- Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) menyesalkan sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang keberatan dengan temuan Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman RI), terkait maladministrasi pada proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan balik menuding pemeriksaan yang dilakukan oleh Ombudsman RI sebagai bentuk maladministrasi. PVRI menilai bahwasanya ini merupakan bukti baru dari sikap antikoreksi yang membuat KPK semakin lemah di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, Ketua KPK.
Menyikapi sikap pimpinan KPK tersebut, Public Virtue Research Institute meluncurkan sebuah petisi guna mendesak agar Presiden RI Joko Widodo segera memberhentikan Firli Bahuri. "KPK sudah semakin melemah. Indeks persepsi antikorupsi kita rendah. Jumlah dan kualitas penindakan KPK menurun. Pimpinan KPK juga terus dibiarkan terlibat konflik kepentingan. Ini harus dihentikan. Kami mendesak Presiden copot Ketua KPK," kata Yansen Dinata, Inisiator Petisi yang sekaligus merupakan Juru Bicara PVRI, dilansir siaran pers dari laman resmi PVRI pada Sabtu malam, (7/8).
"Kami mengajak warga negara, siapa saja dan di mana saja, untuk menyuarakan masalah ini. Caranya adalah menandatangani dan sebarkan petisi kami melalui www.change.org/pecatfirli, agar tuntutan ini bisa sampai ke telinga Presiden," lanjutnya.
"Alih-alih menolak bahkan menyerang balik Ombudsman, KPK seharusnya fokus pada perbaikan substansi, mempertimbangkan tak hanya temuan Ombudsman, tapi juga penolakan dari masyarakat sipil terhadap hasil TWK," ujar Naufal Rofi, Peneliti dari PVRI.
Lembaga kajian demokrasi ini mengatakan sikap abai tersebut patut dikhawatirkan, mengingat Firli Bahuri juga sebelumnya telah diselimuti banyak kontroversi serta kerap melanggar kode etik. Hal ini terbukti lewat rangkaian liputan dari tim IndonesiaLeaks, di mana terkait TWK, Firli sejak awal diduga "ngotot" bahwa Tes Wawasan Kebangsaan harus dilaksanakan. Bahkan, ditengarai pula terdapat 21 nama pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang memang sudah diincar oleh Firli Bahuri dan tak akan lulus dari TWK.
Untuk diketahui, pada Mei 2018 lalu, Firli pernah melakukan pelanggaran etik berat saat bertemu eks Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, di tengah penyelidikan kasus korupsi terhadap Pemerintah Provinsi NTB. Selain itu, dalam kasus dugaan korupsi di PT Pelindo I, Firli juga sempat bersua dengan Komisaris Timbo Siahaan. Serta pernah bertemu dengan petinggi partai saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK pada November 2018. Ia juga diduga menerima gratifikasi berupa diskon sewa helikopter dan penginapan hotel.