Jakarta, Gatra.com - Amnesty International Indonesia menilai ada 3 hak tenaga kesehatan atau nakes yang dilanggar oleh pemerintah terkait 21.424 nakes di 21 provinsi yang tersebar di 34 kabupaten/kota, yang pernah mengalami penundaan atau pemotongan pembayaran insentif sejak bulan Juni 2020-Juli 2021 lalu.
Hal ini disampaikan oleh Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, melalui Zoom dalam konferensi pers virtual bertajuk "Pembayaran Insentif Tenaga Kesehatan selama Pandemi COVID-19", yang disiarkan langsung via kanal YouTube Amnesty International Indonesia pada Jumat, (6/8).
"Hak yang pertama dilanggar tentu hak tenaga kesehatan atas kondisi kerja yang adil dan mendukung. Di mana ini dilindungi oleh Pasal 7A International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. (ICESCR) atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya," kata Savitri.
Kedua, lanjut Savitri, adalah hak nakes atas kebebasan berbicara. Ini termasuk dalam hak atas kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh Pasal 19 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) atau Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Kemudian yang ketiga, tambahnya, hak yang dilanggar adalah hak tenaga kesehatan untuk secara kolektif membela kepentingan bersama. Hal ini pun dilindungi oleh Pasal 22 ICCPR serta Pasal 8 ICESCR.
Di samping itu Savitri mengatakan Amnesty International Indonesia memiliki rekomendasi bagi pemerintah dan negara Indonesia. Mereka ingin pemerintah menjamin hak atas kondisi kerja yang adil serta mendukung bagi nakes.
"Karena kami melihat, jika ini tidak dilindungi secara serius maka eksesnya tidak hanya akan kita rasakan selama pandemi ini, tapi bisa jadi kita rasakan selama periode di luar pandemi ketika pandemi sudah selesai. Yang menanggung tentu kita bersama sebagai satu kesatuan kelompok masyarakat," tuturnya.
Selain itu kata Savitri, Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah untuk memastikan agar pembayaran insentif yang dijanjikan kepada tenaga kesehatan itu dibayarkan secara tepat waktu.
"Ini penting karena misal saja teman-teman nakes yang ada di Wisma Atlet, mereka itu merupakan satu-satunya sumber penghasilan mereka. Bayangkan kalau ini tidak dibayarkan secara tepat waktu padahal ini adalah sumber penghasilan utama. Dan juga teman-teman berada di rumah sakit juga penting. Meskipun mereka misalkan mendapatkan bayaran dari rumah sakit tapi karena selama ini mereka mendapat potongan insentif dari pemerintah nih, tentu menjadi sumber penghasilan yang juga mereka tunggu," sambungnya.
Savitri pun menyebut rekomendasi terakhir dari Amnesty International Indonesia untuk pemerintah Indonesia dan aparat negara, yaitu agar pemerintah dan aparat negara dapat mendengar serta melindungi tenaga kesehatan yang haknya dilanggar.
"Termasuk mereka yang ingin bersuara tentang kondisi mereka, tentang kondisi hak-hak yang dilanggar, hak-hak mereka yang mungkin selama ini tidak dipenuhi secara baik. Kami meminta pemerintah dan aparat melindungi hak-hak ini yang melekat kepada teman-teman tenaga kesehatan," tandasnya.