Sragen, Gatra.com- Sambungan kawat beraliran listrik ramai-ramai dibongkar jajaran Muspika dari areal persawahan Desa Karangudi, Kecamatan Ngrampal, Sragen, Jateng, Selasa pagi (3/8). Di wilayah kecamatan ini, tujuh petani tewas tersengat jebakan tikus itu dalam waktu 1,5 tahun terakhir.
Gerakan melucuti jebakan tikus beraliran listrik tersebut merupakan aksi nyata penolakan cara membasmi hama pertanian berisiko tinggi. Para korban meregang nyawa tanpa setahu orang lain, lantaran biasanya berlangsung malam hari di pekarangan sepi. Saat itulah jebakan mulai dipasang.
"Kasus pak Munadi semoga jadi yang terakhir. Sekarang, kita mengedukasi petani. Jangan lagi pakai kawat berlistrik. Ayo sama-sama dilepas. Berbahaya. Enggak hanya tikus mati tersengat listrik. Tapi manusia juga," kata Camat Ngrampal, Joko Hendang Murdono kepada wartawan di sela gerakan melepas jebakan tikus berlistrik.
Didampingi Wakapolsek Iptu Rudy Hartono berikut jajaran Koramil dan Satpol PP setempat, Joko meminta petani mengubah pola tanamnya. Jika saja pola tanam padi tiga musim bisa diselingi palawija, kemungkinan tikus merajalela bisa diminimalisasi. Selain itu, petani boleh memakai musuh alaminya yakni burung hantu.
Lebih lanjut Joko mengatakan, larangan memakai jebakan tikus berlistrik sudah sering disampaikan. Namun demikian, petani masih nekat karena dirasa hanya itu saja cara paling efektif.
Wakapolsek Iptu Rudy Hartono mewakili Kapolsek AKP Hasto Broto menegaskan Polsek tidak segan-segan memproses pidana bagi petani yang nekat memasang jebakan tikus beraliran listrik dan menimbulkan korban orang lain.
Sebab secara aturan, pemasangan setrum itu memang tidak bisa dibenarkan secara hukum. Lantaran bisa mengancam keselamatan jiwa baik pemasang maupun orang lain.
"Yang jelas dari Muspika Kecamatan, kami Pak Camat dan Koramil melarang segala bentuk pemasangan memasang jebakan tikus dengan aliran listrik. Imbauan sebenarnya sudah tak henti kita sampaikan, karena jebakan tikus berlistrik itu sangat berbahaya. Kami tidak segan menyidik jika sampai orang lain yang kena," tegasnya.
Sementara, petani pemasang setrum, Sri Samsuri mengatakan terpaksa memakai setrum karena sudah kehabisan cara untuk memberantas hama tikus yang merajalela.
Serangan tikus mulai muncul ketika padi habis dipupuk dan terlihat hijau. Meski belum lama memakai cara setrum tikus, namun ia merasakannya manjur. Dirinya hanya menyalakan setrum maksimal 3 jam mulai pukul 18.00 WIB sampai 21.00.WIB dan ditunggui. Setelah jam 21.00 WIB genset dilepas dan dibawa pulang.
"Yang pertama kali dapat 57 ekor semalam. Yang kedua dapat 60 ekor. Setelah itu ketiga kali sudah turun banyak tinggal dapat 9 ekor. Yang keempat cuma dapat 2 ekor. Ini sudah jarang saya nyalakan. Tapi karena diminta melepas, ya saya lepas," ujarnya.