Jakarta, Gatra.com – Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menilai bahwa wawancara yang dilakukan Komisi Yudisial (KY) tidak memperhatikan dan mendalami catatan rekam jejak beberapa calon hakim agung (CHA), di antaranya soal integritas.
KPP dalam pernyataannya pada Selasa (3/8), menyampaikan, dari 24 orang CHA, terdapat beberapa orang yang sebelumya pernah mengikuti seleksi dan di antaranya memiliki catatan integritas, misalnya harta kekayaan yang nilainya tidak wajar, serta dugaan perilaku yang tidak profesional dan berintegritas.
Menurut koalisi, hingga di tahap meloloskan 24 nama tersebut, KY tampaknya tidak mempertimbangkan dengan menyeluruh catatan integritas para CHA berdasarkan masukan dan pengaduan masyarakat, hasil investigasi dan klarifikasi kepada CHA dalam proses seleksi yang dilakukan pada saat ini.
Selain masalah pengabaian catatan rekam jejak meragukan beberapa CHA, koalisi juga menilai bahwa dalam pemantauan pelaksanaan wawancara hari pertama, Selasa (3/8), beberapa Komisioner KY tidak mengajukan pertanyaan secara profesional.
"Seperti menunjukan sikap tidak respek terhadap para CHA dengan menunjukkan ekspresi garang. Namun, pada saat yang bersamaan, tidak menukik kepada pertanyaan-pertanyaan yang mendalami kompetensi minimum yang dibutuhkan oleh CHA, seperti integritas dan kapabilitas," ujarnya.
Di sisi lain, proses pendalaman profil berupa klarifikasi rekam jejak CHA dalam wawancara CHA kali ini malah dilakukan secara tertutup. Publik tidak bisa lagi mengetahui proses klarifikasi terhadap data-data atau informasi yang bersifat publik yang dimiliki CHA.
"Hal itu tentu saja sebuah kemunduran proses seleksi dibandingkan proses-proses seleksi sebelumnya yang lebih terbuka dan transparan," ujarnya.
Atas dasar itu, KPP menuntut KY agar lebih serius dalam proses wawancara selanjutnya. Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi KY untuk menggali lebih dalam terkait kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon.
"Hal ini perlu menjadi perhatian bagi Komisi Yudisial, mengingat amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan peran Komisi Yudisial sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Sebelumnya, pada 30 Juli 2021, KY mengumumkan 24 nama CHA yang lolos seleksi tahap kesehatan dan kepribadian. Ke-24 CHA yang lolos akan mengikuti seleksi tahap akhir di KY, yaitu wawancara (fit and proper test) pada tanggal 3–7 Agustus 2021.
Dari jumlah CHA itu terdapat 15 orang memilih kamar pidana, 6 memilih kamar perdata, dan 3 memilih kamar militer. Pada tahap wawancara, CHA akan diuji pemahamannya oleh ketujuh Komisioner KY dan Panel Ahli yang diundang mengenai.
Para CHA menjalani wawancara. Pertama, visi, misi, dan komitmen. Kedua, kenegarawanan. Ketiga, integritas. Keempat, kemampuan teknis dan proses yudisial. Kelima, kemampuan pengelolaan yudisial.
Koalisi Pemantau Keadilan terdiri dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).
Kemudian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Public Interest Lawyer Network (PILNET), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Imparsial, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA), dan LBH Apik Jakarta.