Jakarta, Gatra.com- Mantan juru ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur, Paryoto, mengklaim selama berjalannya perkara pemalsuan sertifikat tanah (mafia tanah) di Cakung yang melilitnya, ia mendapat bantuan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
"Iya (dapat bantuan dari Kementerian ATR/BPN). Alhamdulillah dari staf ahli Kementerian ATR/BPN, Doktor Iing (Tenaga Ahli Kementerian ATR, ling R Sodikin) selalu komunikasi dengan saya, atas perintah Pak Menteri. Dikawal terus oleh Pak Iing," kata Paryoto di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, kepada wartawan, di Jakarta, Senin (2/7).
Paryoto merasa, bantuan tersebut diberikan karena Kementerian ATR/BPN yakin kalau dia sebenarnya tidak bersalah dalam kasus ini. Kemudian, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menyatakan Paryoto tidak bersalah dan divonis bebas. Namun, Kejaksaan Negeri Jakarta Timur melawan putusan PN Jaktim. Alhasil, majelis hakim Mahkamah Agung menjatuhi hukuman empat bulan penjara kepada Paryoto.
"Pak menteri kan tahu persis kasus ini. Kita enggak bersalah juga, makanya dikawal terus. Begitu saya keluar (divonis bebas oleh PN Jaktim), keluar surat pengajuan perlindungan hukum dari Kapolri hingga Komisi III," ungkapnya.
Dirinya kembali mengklaim juga sempat bertemu dengan seorang jenderal untuk mendapat bantuan hukum dan pendampingan pengacara dalam kasus yang menimpa dirinya. "Saat masih proses di pengadilan, saya ke kantor Jenderal namanya Siswandi di Harmoni. Mungkin sebagai pembina, sebagai pengacara, kan mantan pejabat Mabes semua. Di situ juga ketemu mantan penyidik KPK, saya lupa namanya, diminta cerita. 'Mau enggak jadi narasumber buat BAP', saya bilang siap," kata dia.
Paryoto menambahkan, bantuan dari Kementerian ATR/BPN juga diberikan saat dirinya divonis bersalah dalam kasasi di Mahkamah Agung dengan putusan tetap dan di eksekusi oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. Akhirnya, Paryoto ditempatkan di Lapas Cipinang. Itu pun masih berjalan upaya PK oleh Iing. "Dr. Iing responnya bagus, sampai saya diupayakan agar menjadi tahanan rumah saja, enggak usah masuk sini (Lapas Cipinang). Menurut informasi Pak Iing, Pak Menteri langsung yang telepon jampidsus atau Jampidum gitu," katanya.
Lebih lanjut dirinya kembali mengklaim pernah dikunjungi oleh keponakan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil saat baru masuk di Lapas Cipinang. Namun, kini dirinya mengaku sudah tidak ada lagi komunikasi dari staf ATR/BPN maupun orang lain dari Kementerian. "Pernah dibesuk sama keponakannya Pak Menteri di sini (Lapas Cipinang). Kalau sekarang sudah tidak ada komunikasi, karena saya kan dilarang pakai HP. Insya Allah saya keluar September ini," katanya lagi.
Di kesempatan berbeda, Tenaga Ahli (TA) Kementerian ATR/BPN, Iing R. Sodikin menjelaskan, adanya komunikasi yang berjalan dengan mantan juru ukur BPN Jakarta Timur yaitu Paryoto, selama perkara pemalsuan sertifikat tanah (mafia tanah) di Cakung murni bantuan sebagai lembaga. "Kita komunikasi dengan Paryoto sesama BPN mah biasa, tapi ya sebagai lembaga, Paryoto merupakan mantan staf saya yang punya integritas yang bagus," ungkap Iing Sodikin kepada wartawan saat dihubungi.
Dirinya menjelaskan, tidak hanya Paryoto yang akan mendapat bantuan dari kementerian ATR/BPN, Tapi kepada seluruh pegawai BPN, upaya pembelaan akan dilakukan jika memang terbukti tidak bersalah. "Pegawai BPN ya dibela, kalau dia ngga salah, Paryoto kan dia minta perlindungan ke Pak Menteri, kan dia ngga salah. Kita mah seluruh BPN (dibela) bukan dia aja," ucapnya.
Dirinya juga menekankan, kasus yang menjerat Paryoto saat ini, secara tegas Iing menyatakan mantan stafnya tersebut (Paryoto) tidak bersalah. "Nggak (tidak bersalah), karena kan kita ada hasil investigasi," kata Iing.
Namun, dia tidak dapat menjabarkan hasil investigasi tersebut, karena bukan kewenangannya dan mengarahkan ke Inspektorat Investigasi. "Kalau mau jelas hasil auditnya bisa ke Pak Yustam Inspektorat Investigasi, yang mengaudit terkait kasus ini, dan hasil audit itu juga yang dijadikan Novum baru dalam Pengajuan PK," tandas Iing.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim) akhirnya menjemput paksa mantan juru ukur (Badan Pertanahan Nasional) BPN Jakarta Timur, Paryoto di kediamannya, Jumat sore 28 Mei 2021. "Kami sudah eksekusi, kami jemput di kediamannya sekitar jam setengah 4 sore. Terus diproses administrasi di Lapas sekitar jam 5 sore," kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Jaktim, Ahmad Fuady, beberapa waktu lalu.