Jakarta, Gatra.com - Menurut data tahun 2018 dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 7,1 persen masyarakat Indonesia telah terinfeksi hepatitis B. Bahkan menurut data Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) 2019, 1.1 juta orang meninggal dunia akibat hepatitis B dan C per tahunnya.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Divisi Retail dan Pelayanan PT Bio Farma, Mahsun Muhammadi, melalui Zoom dalam konferensi pers bertajuk "World Hepatitis Day 2021: Hep Can't Wait", yang digelar pada Rabu, (28/7).
"Tentunya data ini kalau dieksplor bisa lebih besar lagi, dengan angka sekian aja kita sudah bisa bayangkan berapa banyak masyarakat kita yang terkena," ujarnya.
"Nah, kita liat prevalensinya hepatitis bagaimana?data-data di dunia dan di Indonesia menunjukkan memang masih cukup besar kasus hepatitis ini," tambah Mahsun.
Masih dari data WHO, ia menyebut 10 persen dari populasi dunia yang totalnya 7,8 miliar orang, itu telah terdiagnosis hepatitis B kronis dan 22 persen di antaranya dalam pengobatan.
Mahsun pun membeberkan angka kematiannya menurut WHO, bahwa 820 ribu orang yang tewas tersebut karena sirosis dan hepatoselular karsinoma akibat infeksi kronis hepatitis B. Sementara itu, terangnya, hepatitis adalah suatu penyakit peradangan pada hati yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Yaitu mikroorganisme, bisa virus, bakteri atau parasit atau bisa juga zat kimia yang bersifat hepatitis toksik yang merusak liver manusia.
"Kita harus waspada terhadap hepatitis ini. Terutama hepatitis karna virus, jadi ada beberapa virus yang bisa menyerang liver kita, bisa menyebabkan hepatitis, tapi 3 virus ini yang perlu kita waspadai. Hepatitis A, hepatitis B dan hepatitis C," ungkap Mahsun.
"Ini adalah virus-virus yang bisa menyebabkan peradangan pada hati kita," sambungnya.
Mahsun mengatakan liver yang sehat itu bisa berfungsi dengan baik dan kalau terkena virus, khususnya hepatitis B atau C, ini bisa terjadi perubahan. Bisa terjadi fibrosis, bisa jadi sirosis ataupun bisa menjadi kanker hati.