Jakarta, Gatra.com – Ketua Pelaksana Harian Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Mahesa Paranadipa, mengatakan, hoaks tentang kesehatan, khususnya Covid-19 lebih mematikan dari virus tersebut.
Mahesa menyampaikan pernyataan tersebut dalam konferensi pers virtual pada Selasa (27/7). Ia mengatakan, hoaks lebih mematikan dari virus tersebut berdasarkan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
"Dampaknya justru mematikan daripada virus itu sendiri, karena bisa dibayangkan, orang-orang yang masih tidak percaya dengan adanya Covid, tidak percaya dengan proses penanggulangan yang kita lakukan hari ini, dampaknya luar biasa," ujarnya.
Berdasarkan pernyataan WHO, lanjut Mahesa, infodemik atau hoaks atau informasi-informasi palsu tentang Covid-19 ?ini, penyebarannya juga lebih cepat dibandingkan penularan virus tersebut.
"Penyebaran dari misinformasi, peyebaran dari informasi-informasi palsu terkait dengan Covid, lebih cepat dari penularan virus itu sendiri," ucapnya.
Ia melanjutkan, berbagai hoaks tentang kesehatan, khususnya Covid-19 masih ditemukan di dunia maya. Akibatnya, masih banyak yang percaya bahwa kejadian saat ini bukan karena Covid-19. "Bahkan ada beberapa juga rekan-rekan tenaga kesehatan juga memiliki pemahaman yang sama," katanya.
Masih banyak beredarnya hoaks tentang kesehatan, khususya Covid-19, ini menjadi pekerjaan rumah (PR) terberat semua pihak yang harus diselesaikan, di samping penanggulanan dan penanganan pasien Covid-19 di rumah sakit, tempat isolasi, dan berbagai masalah lainnya.
"PR terberat kita yang harus kita lakukan adalah memberantas hoax-hoax kesehatan," ujarnya.
PB IDI mengharapkan semua pihak, khususnya civil society bahu membahu untuk memerangi hoaks kesehatan, khususnya hoaks mengenai Covid-19. "Kita berharap masyarakat lebih terbuka lagi pemahamannya terkait dengan situasi hari ini," ucapnya.
Melalui pemahaman yang terbuka tersebut, lanjut Mahesa, diharapkan dapat mendukung penanggulangan pandemi Covid-19 dan menumbuhkan kedisiplina masyarakat untuk memutus mata rantai virus SARS CoV-2.? Pihaknya berharap tidak ada lagi masyarakat dan tenaga kesehatan yang terpapar atau bahkan meninggal dunia karena virus ini.
"Masyarakat lebih disiplin, semua orang lebih menyadari dan sadar terkait dengan situasi hari ini yang kita harus lewati bersama," katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Mitigasi PB IDI, dr Adib Khumaidi, mengatakan, pihaknya bersama organisasi profesi kesehatan lainnya, terus berupaya untuk melindungi para tenaga kesehatan (nakes) dan medis dari paparan Covid-19.
Upaya tersebut dilakukan melalui preventif dan kuratif. Untuk preventif, dibuat SOP, pemakaian alat pelindung diri (APD), dan lain-lain. Tak kalah pentingnya, yakni dukungan moral dari seluruh elemen bangsa ini kepada tenaga medis dan nakes.
"Kami mencoba untuk kemudian bekerja sama dengan beberapa pihak kelompok civil society," katanya.
PB IDI, lanjut dia, salah satunya berkolaborasi dengan Anak Bangsa Peduli. "Tentunya kita harpakan juga bisa menjadi satu kolaborasi di dalam dukungan untuk menjaga kesehatan, melindungi dan membantu para teman-teman tenaga medis dan tenaga kesehatan," katanya.
Cathy Sharon, selebritas yang merupakan salah satu inisiator Anak Bangsa Peduli, mengatakan, sejumlah selebritas dan berbagai kalangan berusaha untuk mendukung tenaga kesehatan dalam menangani pandemi Covid-19 sejak awal tahun lalu.
"Kita melihat keresahan, di mana sangat banyak sekali berita-berita di media, kemudian juga di media sosial yang menceritakan bagaimana para Nakes Indonesia kekurangan APD," ungkapnya.
Lantas, pihaknya bersama sejumlah artis merintis gerakan untuk melakukan sesuatu untuk membantu mengatasi hal tersebut dan persoalan-persoalan lainnya dengan menggalang donasi.
Gerakan ini semakin besar, banyak artis dan berbagai pihak lainnya yang ikut ambil bagian. Donasi yang berhasil digalang di antaranya mampu mencapai hampir Rp5 miliar.
Dana tersebut di antaranya digunakan untuk membeli APD bagi para Nakes. Awalnya, APD disalurkan di wilayah Jabodetabek. Kemudian ke wilayah Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sumatera. "Kita lumayan berhasil berdonasi kepada kurang lebih dari 260 rumah sakit," ungkapnya.
Menurut Cathy, gerakan ini mengajak civil society untuk ambil bagian dalam penanganan pandemi Covid-19, karena untuk mengatasi wabah ini membutuhkan kolaborasi dan aksi nyata semua pihak. "Kita sebagai civil society we take action," ucapnya.