Tegal, Gatra.com - Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berdampak pada para pedagang lesehan dan kaki lima di Kota Tegal, Jawa Tengah. Mereka pun menggelar aksi pemasangan bendera putih sebagai tanda menyerah dengan keadaan sulit yang mereka alami akibat kebijakan itu.
Pemasangan bendera putih tersebut dilakukan para pedagang lesehan dan kaki lima yang tergabung dalam Paguyuban Lesehan dan Pedagang Kaki Lima Jalan Ahmad Yani Kota Tegal (Paleska Jaya Kota Tegal), Selasa sore (27/7).
Puluhan bendera putih berbagai ukuran mereka ikatkan di pohon dan tiang listrik yang ada di sepanjang Jalan Ahmad Yani, kawasan pusat kota tempat mereka biasa berjualan.
Sebelum dipasang, bendera putih itu terlebih dahulu mereka tulis dengan beragam ungkapan keluh kesah terkait dampak PPKM Darurat yang sudah diperpanjang menjadi PPKM Level.
Di antaranya "Menyerah Dengan Keadaan", "Kami Butuh Solusi", dan "Keder Pan Nyicil Langka Duite, Durung Bisa Dagang Efek PPKM (Bingung Mau Nyicil Tidak Ada Uangnya, Belum Bisa Dagang Efek PPKM".
Koordinator pedagang, Slamet Riyadi mengatakan, aksi pemasangan bendera putih dilakukan untuk mengetuk hati pemerintah.
"Kami menggelar aksi damai, tanpa kerumunan, serentak dan mendadak untuk mengetuk hati Pemkot Tegal agar memperhatikan para pedagang yang terdampak PPKM,” ujarnya.
Pria yang biasa disapa Abah Yadi itu mengatakan, sejumlah ketentuan dalam PPKM sangat berdampak terhadap para pedagang lesehan dan pedagang kaki lima, seperti pembatasan jam buka hanya sampai pukul 20.00 WIB dan larangan melayani makan di tempat.
Di tambah lagi ada penutupan jalan dan pemadaman lampu penerangan jalan umum saat malam hari selama penerapan kebijakan itu.
"Sejak ada PPKM dampaknya berat sekali bagi kami. Terutama pedagang angkringan dan kopi. Jam 18.30 baru buka, jam 20.00 sudah tutup. Makanya kami sepakat tidak usah dagang sekalian. Kami tutup serentak dari tanggal 5 Juli sampai hari ini," katanya.
Menurut Abah Yadi, pendapatan rata-rata pedagang yang biasa berjualan di Jalan Ahmad Yani biasanya mencapai Rp400 - Rp500 ribu per hari. Namun, pendapatan itu anjlok menjadi hanya Rp100 ribu per hari sejak ada PPKM.
"Dua hari setelah ada PPKM para pedagang masih buka. Itu hanya dapat Rp100 ribu. Itu pun pendapatan kotor. Makanya kami menyerah pada keadaan. Tutup saja, tidak dagang sekalian," ujar pedagang lesehan itu.
Abah Yadi berharap pemerintah memberikan solusi di tengah kesulitan yang sedang dialami para pedagang. Dia juga berharap jalan-jalan yang ditutup kembali dibuka dan lampu penerangan jalan yang dipadamkan kembali dinyalakan.
"Para pedagang juga sudah tidak jualan otomatis mereka butuh bantuan. Kami sudah coba sampaikan ke dinas terkait tapi sampai sekarang sama sekali belum ada bantuan. Waktu PSBB tahun lalu juga tidak ada bantuan untuk para pedagang," ujarnya.