Home Gaya Hidup Kesederhanaan Hastungkara dan Birat Sengkala Puncak Hari Jadi Wonosobo di Tengah Pandemi

Kesederhanaan Hastungkara dan Birat Sengkala Puncak Hari Jadi Wonosobo di Tengah Pandemi

Banyumas, Gatra.com– Puncak prosesi peringatan hari jadi Kabupaten Wonosobo ke-196 tahun 2021 digelar secara sederhana dan sangat terbatas, Sabtu (24/7). Begitu pula dengan prosesi Hastungkara (Ujubing Umbul Donga) dan Birat Sengkala yang dilaksanakan di Pendopo Kabupaten Wonosobo.

Kesederhanaan itu tampak jelas dari peserta dan tamu yang hadir dalam puncak peringatan hari jadi tersebut. Di antara mereka, ada Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat didampingi Wakil Bupati Wonosobo, Muhammad Albar, serta pemuka agama dari berbagai agama yang ada yaitu, Khong Hu Chu, Hindu, Budha, Katholik, Kristen, dan Islam.

Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat mengungkapkan, perayaan hari jadi tahun 2021 ini dilaksanakan dengan penuh kesederhanaan dan terbatas karena sedang berlangsung pagebluk atau wabah virus Corona. Seluruh rangkaian acara dihelat secara sederhana dan terbatas namun tetap khidmat.

“Kami mohon maaf, untuk tahun ini tidak bisa merayakan hari jadi Kabupaten Wonosobo secara meriah. Warga masyarakat tidak bisa menikmati atraksi budaya dan rangkaian kegiatan lainnya. Namun hanya bisa mengikuti acara secara Virtual saja dan diminta berdoa di rumah demi keselamatan, dan keamanan bersama” katanya, dalam keterangannya, Sabtu malam (24/7).

Prosesi Hastungkara bermakna memanjatkan doa, agar Kabupaten Wonosobo beserta masyarakatnya mendapatkan keberkahan dari Tuhan dan lebih maju dan sejahtera di masa depan. Selain itu, ada pula doa agar pandemi Covid-19 segera sirna dari Kabupaten Wonosobo dan muka bumi ini, berganti dengan kehidupan yang lebih damai dan bahagia.

Setelah Prosesi Hastungkara selesai dilanjutkan dengan prosesi Birat Sengkala. Rangkaian prosesi Birat Sengkala merupakan rangkaian doa yang digelar secara budaya oleh sesepuh adat dan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, yang tergabung dalam Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan YME Indonesia (MLKI) Kabupaten Wonosobo yang dalam kesempatan ini hanya diwakili lima orang.

Birat Sengkala bermakna mengusir sengkala atau menyingkirkan segala bentuk kesialan/keburukan/ malapetaka/rintangan, agar ke depan Kabupaten Wonosobo lebih tenteram, makmur dan sejahtera.

Sebelum prosesi Birat Sengkala, terlebih dahulu dilakukan pengambilan air dari tujuh sumber mata air yaitu Tuk Bima Lukar, Tuk Goa Sumur, Tuk Mudal, Tuk Suradilaga, Tuk Tempurung, Tuk Kaliasem dan Tuk Sampang.

Prosesi ini dilakukan oleh sesepuh MLKI dengan ritual adat/budaya. Selanjutnya air dari tujuh sumber tersebut dilakukan pencampuran oleh Bupati Wonosobo, untuk kemudian digunakan sebagai sarana Birat Sengkala.

Birat Sengkala dipimpin oleh Wakil Bupati Wonosobo, Muhammad Albar yang didampingi Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Agus Wibowo. Sebelum prosesi Birat Sengkala, diserahterimakan songsong agung (payung kebesaran) dan tombak katentreman (tombak ketentraman).

Selanjutnya prosesi berlanjut menuju tengah Alun-alun Wonosobo untuk dilakukan penanaman tanah (yang diambil dari Desa Plobangan yang merupakan cikal bakal pemerintahan di Wonosobo), di sekitar beringin kurung Alun-Alun.

Pemercikan air dilakukan juga ke empat arah penjuru mata angin, yakni selatan, barat, utara dan timur. Air yang dipercikkan dengan daun dadap serep (godhong tawa) itu diambil dari tujuh sumber mata air yang ada di wilayah Kabupaten Wonosobo, yang sudah dicampur (ngracik tirta suci) oleh Bupati Wonosobo.

1689