Jakarta, Gatra.com – Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mencatat terdapat lima kapal ikan Indonesia yang tertangkap oleh otoritas pengawasan perairan Papua Nugini (PNG) selama periode Mei 2020-April 2021. Kapal-kapal tersebut ditangkap karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan PNG.
Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa ada 26 nelayan dan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang ditahan akibat kejadian itu. Mereka diadili dan mendapat hukuman kurungan badan yang bervariasi, antara 5 bulan hingga 12 bulan.
“Mayoritas dari mereka sudah pulang ke Indonesia karena selesai masa tahanannya dan sebagian sedang menjalani hukuman. Informasi dari keluarga korban di Merauke, KBRI Port Moresby cukup memberikan pendampingan hukum kepada para nelayan dan ABK selama menjalani proses hukum di sana,” kata Abdi dalam keterangannya, Jumat (23/7).
Abdi mengatakan, armada perikanan asal Merauke, Papua cukup sering beroperasi di daerah perbatasan antara PNG dengan wilayah sungai Torasi Indonesia. Menurutnya, perairan PNG menjadi fishing ground favorit mereka dengan target komoditas gelembung ikan.
Dia pun memperkirakan saat ini sekitar 60 kapal ikan Indonesia berpotensi melakukan illegal fishing di PNG. Karena itu, dia meminta pihak terkait seperti pemerintah provinsi Papua serta Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melakukan upaya pencegahan dan pengawasan terhadap kegiatan itu.
“Situasi ini agak ironis sebab menggambarkan Indonesia yang berwajah dua yaitu sebagai korban sekaligus pelaku illegal fishing,” kata Abdi.
Dia menambahkan praktik ini jadi tantangan bagi Indonesia yang aktif melakukan perang dan pemberantasan terhadap kegiatan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF).
Sementara itu, peneliti DFW Indonesia untuk program penanggulangan IUUF, Faiz Fahri Masalan mengatakan banyaknya kapal Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di perairan PNG lantaran pengawasan laut PNG relatif lemah. Selain itu, ketersedian sumber daya jenis ikan tertentu masih cukup melimpah di wilayah tersebut.
“Mereka ke PNG karena ikan target seperti jenis kakap cina, kakap putih dan gulama stoknya masih banyak dan pengawasan yang lemah oleh otoritas PNG,” ungkap Faiz.
Faiz menambahkan, karakteristik perikanan Merauke didominasi oleh komoditas tertentu yang bernilai ekonomis tinggi. Nelayan memburu dan menangkap jenis ikan kakap dan gulama hanya untuk mengambil gelembungnya yang bernilai mahal di pasaran
“Gelembung ikan asal Merauke dibeli oleh sejumlah pengumpul lokal dan dikirim ke Surabaya dan Jakarta. Gelembung ikan tersebut selanjutnya diekspor ke Tiongkok,” katanya.