Washington DC, Gatra.com- Varian Nehi alias Delta mencekam Amerika. Dia memicu 83% kasus COVID-19 baru di negeri Uwak Sam. Area dengan cakupan vaksin minim memungkinkan munculnya dan penyebaran cepat varian delta yang sangat menular. Live Science, 20/07.

Varian delta SARS-CoV-2 sekarang membuat 83% dari kasus baru AS, Dr. Rochelle Walensky, direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, mengatakan pada Selasa (20 Juli) di sidang Senat. "Ini adalah peningkatan dramatis dari 50% pada minggu 3 Juli," kata Walensky. "Di beberapa bagian negara, persentasenya bahkan lebih tinggi, terutama di daerah dengan tingkat vaksinasi yang rendah."

Sebanyak 161,5 juta orang, atau 48,6% dari total populasi AS, telah divaksinasi penuh, menurut data CDC . Tetapi hampir dua pertiga kabupaten AS memiliki kurang dari 40% penduduknya yang divaksinasi, kata Walensky. "Area dengan cakupan vaksin terbatas memungkinkan munculnya dan penyebaran cepat varian delta yang sangat menular."

Tetapi beberapa daerah dengan tingkat vaksinasi tinggi, seperti San Francisco, juga mengalami peningkatan kasus, menurut pelacak data negara bagian. Namun, mayoritas orang yang saat ini dirawat di rumah sakit di San Fransisco dengan COVID-19 belum divaksinasi, menurut ABC7 News .

Varian delta, atau B.1.617.2, pertama kali ditemukan di India, tetapi sekarang telah menyebar ke lebih dari 100 negara, menurut Organisasi Kesehatan Dunia . Delta diperkirakan sekitar 60% lebih mudah menular daripada strain dominan sebelumnya, varian alfa, Live Science sebelumnya melaporkan .

Pada bulan Juni, Dr. Anthony Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, menyebut varian delta sebagai "ancaman terbesar," bagi upaya AS untuk menghilangkan COVID-19, Live Science sebelumnya melaporkan .

"Alasan [delta] begitu tangguh adalah fakta bahwa ia memiliki kemampuan untuk menularkan secara efisien dari manusia ke manusia dengan cara yang luar biasa jauh melampaui varian lain yang kami alami hingga saat ini," kata Fauci selama persidangan. pada hari Selasa. Makanya delta kini menjadi varian yang dominan, tambahnya.

"Di daerah di mana cakupan vaksin rendah, kasus dan rawat inap mulai meningkat lagi," kata Walensky dalam persidangan. Kematian COVID-19 di AS telah meningkat hampir 48% selama seminggu terakhir menjadi sekitar 239 kematian per hari, katanya. "Setiap kematian adalah tragis dan bahkan lebih memilukan ketika kita tahu bahwa sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan vaksin yang sederhana, aman, dan tersedia," kata Walensky.

Data saat ini menunjukkan bahwa vaksin bekerja melawan varian yang beredar di AS (termasuk varian delta) dan melindungi orang dari penyakit parah, rawat inap, dan kematian, katanya. "Pesan dari CDC tetap jelas: Cara terbaik untuk mencegah penyebaran varian COVID-19, adalah mencegah penyebaran penyakit," katanya. "Vaksinasi adalah alat paling ampuh yang kami miliki."

Selama briefing, Fauci menegaskan bahwa vaksin yang digunakan di AS sangat efektif untuk melindungi orang dari delta, terutama dalam mencegah rawat inap dan kematian.

Sekarang, penelitian sedang dilakukan untuk menentukan apakah suntikan booster diperlukan atau tidak untuk meningkatkan daya tahan perlindungan terhadap SARS-CoV-2. "Kami tidak ingin orang percaya" bahwa alasan semua pembicaraan tentang booster ini adalah karena vaksinnya tidak efektif, "kata Fauci. "Mereka sangat efektif," dan booster mungkin diperlukan untuk meningkatkan daya tahan perlindungan itu.

Para ahli mengatakan bahwa kebanyakan orang yang divaksinasi penuh terhadap COVID-19 di AS sangat terlindungi dari varian delta yang sangat menular dari virus corona, dan kemungkinan belum memerlukan suntikan booster, Live Science sebelumnya melaporkan . Tetapi orang-orang yang mengalami imunosupresi mungkin memerlukan booster sebagai bagian dari rejimen vaksinasi awal mereka, kata Fauci.

Saat ini, adalah "sangat penting," untuk memvaksinasi sebanyak mungkin orang, tambah Fauci.