Jakarta, Gatra.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Pamungkas pesimis dengan penerapan hasil Revisi Undang-Undang (RUU) Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang baru disahkan DPR akan diterima oleh seluruh masyarakat asli Papua.
"Saya mungkin lebih banyak pesimis, mohon maaf. Karena beberapa penelitian dan studi-studi sebelumnya bahwa sebaik-baiknya sebagus-bagusnya otonomi khusus Papua itu tidak dihasilkan melalui dialog dengan kelompok-kelompok yang ingin merdeka," kata Cahyo dalam diskusi Populi Center, Sabtu (17/7).
Menurut Cahyo hal itu berbeda dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh atau Otsus Aceh yang ditetapkan serta disusun berdasarkan kesepatan Helshinki.
"Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri harus banyak mendengarkan dan melakukan dialog dengan para pihak dialog dalam arti dengan kelompok-kelompok yang selama ini juga khusus bagaimana implementasi ini agar sesuai dapat melindungi harkat dan martabat orang asli Papua," jelasnya.
Meski anggota DPR dengan mekanisme pengangkatan itu salah satu bentuk representasi politik orang Papua yang harus diapresiasi. Menurut Cahyo yang tidak kalah penting yaitu perlindungan tanah adat dan hak-hak rakyat.
"Bagaimana misalnya bisa ditetapkan sebagai peraturan agar tanah milik orang asli Papua itu tidak boleh dijual kepada investor tetapi harus disewakan misalnya kemudian menjadi penyertaan saham ini terkait dengan kelanjutan hidup orang Papua," imbuhnya.
Sebelumnya, DPR dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021 yang dilaksanakan pada Kamis (15/7) mengesahkan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Bagi Provinsi Papua.