Moskwa, Gatra.com- Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov angkat bicara terkait situasi yang tengah terjadi di Afghanistan. Ia mengatakan bahwa situasi yang sedang berlangsung di negara itu sejatinya merefleksikan bahwa misi Amerika Serikat di Afghanistan telah menemui kegagalan.
"Amerika pergi, seperti yang dikonfirmasi Presiden Biden, karena mereka menganggap misi mereka telah terpenuhi. Tentu saja, dia mencoba menyajikan situasi dengan kesan yang begitu positif, tetapi semua orang mengerti sejatinya bahwa misi itu gagal. Ini diakui secara terbuka, termasuk di Amerika Serikat sendiri," ungkap Lavrov kepada awak media pada Jumat (16/07).
Lavrov menegaskan bahwa bahwa terorisme belum hilang di mana pun, kelompok teroris dan cabang Al-Qaeda telah memperkuat posisi mereka di Afghanistan, produksi narkotika telah mencapai rekor tertinggi dimana 90 persennya berasal dari Afghanistan. Menlu Rusia itu menyebutkan bahwa selama ini tampak hampir tidak ada yang mampu dilakukan untuk memerangi hal tersebut.
Lavrov menyerukan penyelesaian politik konflik di Afghanistan. Menurutnya penyelesaian di Afghanistan harus bersifat politis, termasuk dengan mengikutsertakan perwakilan Taliban. "Dialog yang harus mengarah pada penyelesaian politik, inklusif, dengan partisipasi semua etnis dan kelompok di Afghanistan. Termasuk, tentu saja, Taliban sebagai bagian dari orang-orang Pashtun," ujar Lavrov.
Lavrov menuturkan bahwa Rusia tidak ingin kekacauan di Afghanistan melebar ke negara-negara tetangga. Rusia ingin agar seluruh rakyat Afghanistan mampu menentukan nasib terbaiknya melalui jalur dialog.
"Kami tidak tertarik pada kekacauan di sana, dan bukan hanya karena kami tidak ingin hal itu meluas ke negara-negara tetangga yang bersekutu dengan kami, tetapi juga karena kami ingin orang-orang yang sangat baik itu hidup dengan damai dan dalam masyarakat yang terus berkembang, tanpa ada ancaman terorisme, perdagangan narkoba yang berasal dari wilayah ini," ujar Lavrov.
Dalam hal ini, Rusia tidak ingin hanya ada salah satu pihak yang menang di Afghanistan, pasalnya itu akan menjadi penyelesaian yang rapuh dan akan memelihara konflik berkepanjangan. "Saat ini kami berupaya bukan untuk memastikan bahwa satu kekuatan di Afghanistan mengalahkan yang lain, sebab hal itu akan menjadi solusi yang tidak stabil, rapuh dan sifatnya hanya sementara," tutur Lavrov.
Saat ini di Afghanistan terjadi konfrontasi antara pasukan pemerintah dan gerilyawan Taliban yang telah merebut wilayah penting di daerah pedesaan dan melancarkan serangan terhadap kota-kota besar. Ketidakstabilan di Afghanistan meningkat di tengah janji pemerintah Amerika Serikat untuk menyelesaikan penarikan pasukan dari tanah Afghanistan pada tenggat waktu 11 September mendatang.
Sebelumnya, pada tahun 2020 yang lalu di Doha, Qatar, Amerika Serikat dan Taliban menandatangani perjanjian damai untuk pertama kalinya dalam kurun 18 tahun peperangan di anatar keduanya. Perjanjian tersebut mengatur tentang penarikan pasukan asing dari Afghanistan dalam 14 bulan serta pertukaran tahanan.