Jakarta, Gatra.com - Di tengah situasi pandemi Covid-19 dan pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat, ShopeePay menggelar ShopeePay Talk virtual bertajuk “Modal Ratusan Ribu, Omzet Ratusan Juta” pada Jumat (16/7). Dalam episode kali ini, Brand and Marketing Director COTTONINK, Ria Sarwono dan Owner Ayam Goreng Nelongso, Nanang Suherman berbagi kisah dan strategi keberhasilannya dalam mengelola modal bisnis ratusan ribu hingga menghasilkan omzet bisnis ratusan juta.
Turut hadir Entrepreneur & Founder Negeri Pembelajar Edu-tech, Fellexandro Ruby, yang berbagi siasat dan trik membangun bisnis dengan modal minim. Head of Strategic Merchant Acquisition ShopeePay, Eka Nilam Dari menyatakan, ShopeePay senantiasa mendukung perkembangan bisnis para mitra usaha, tak terkecuali pelaku usaha yang baru mau memulai bisnis.
“Kami memahami bahwa modal kerap menjadi pertimbangan utama seseorang dalam mulai berbisnis. Padahal, strategi bisnis dan pemilihan target pasar yang tepat dapat menjadi sebuah landasan dasar untuk membangun bisnis yang menghasilkan, meski dengan modal yang relatif kecil,” ujar Eka.
ShopeePay Talk kali ini diharapkan mampu memperkaya insight para pelaku usaha yang ingin memulai bisnis serta membekali kiat praktis dalam mengelola bisnis dengan modal minim. Berikut strategi yang dapat diterapkan para pelaku usaha yang ingin membangun bisnis dengan modal ratusan ribu dari kajian narasumber ShopeePay Talk:
1. Tentukan target pasar yang hendak disasar dan jadilah solusi bagi mereka
Menciptakan sebuah ide bisnis dapat dimulai dengan menentukan target pasar yang ingin disasar. Berangkat dari langkah itu, pelaku usaha dapat menciptakan solusi dari permasalahan yang dimiliki oleh target pasarnya. Dengan demikian, para pelaku usaha dapat membangun strategi bisnis yang tepat dan menciptakan produk maupun jasa yang sesuai dengan bisnis yang mereka rintis.
Owner Ayam Goreng Nelongso, Nanang Suherman, mengungkap kisahnya merintis Ayam Goreng Nelongso berawal dengan modal sebesar Rp500.000, dan hanya memiliki satu jenis menu. “Menu andalan kami kala itu adalah paket nasi dengan sayap ayam dan sambal yang kami jual seharga Rp5.000 saja. Saya sengaja membuat paket menu murah meriah karena sejak awal saya bertekad untuk menyasar mahasiswa sebagai target pasar,” kata Nanang.
Oleh karena itu, Ayam Goreng Nelongso selalu konsisten menghadirkan beragam menu terjangkau yang ramah di “kantong” mahasiswa. “Selain itu, kami juga terus berupaya menerapkan strategi bisnis yang sesuai untuk menjangkau target pasar kami seperti mendirikan gerai dekat area kampus, tempat kos, hingga menyediakan pembayaran digital seperti ShopeePay karena anak muda lebih suka cashless dan gemar mencari promo cashback agar lebih hemat,” ujarnya.
2. Manfaatkan kekuatan platform digital
Tak bisa dipungkiri, pandemi COVID-19 telah mendorong percepatan transformasi digital dan menuntut masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia untuk beradaptasi dengan perkembangan era digital. Digitalisasi kini menjadi strategi yang efektif untuk menjangkau konsumen dan bersaing dengan pemain lain di industri.
Brand and Marketing Director COTTONINK, Ria Sarwono menyampaikan perjalanannya membangun brand dimulai dari langkah yang sederhana. “Modal yang kami keluarkan pun tidak seberapa, tetapi kami mencoba untuk memasarkan barang yang sesuai dengan tren dan diminati pasar pada saat itu. Bisa dibilang, platform digital memiliki peranan yang cukup signifikan dalam pertumbuhan COTTOININK,” kata Ria.
Hingga saat ini COTTOININK berkembang pesat dengan menjangkau konsumen dari Sabang sampai Merauke, bahkan internasional. “Di sisi lain platform digital memberikan pengalaman belanja yang efisien dan efektif bagi pelanggan setia COTTONINK, termasuk adanya opsi layanan pembayaran digital yang memudahkan konsumen ketika berbelanja,” Ria menambahkan.
3. Ukur risiko dengan cermat dan maksimalkan modal lainnya
Dalam membangun bisnis, seorang pelaku usaha juga harus membuat proyeksi bisnis dengan perhitungan yang matang sehingga mereka lebih siap menghadapi risiko bisnis. Namun, risiko bisnis tersebut dapat diminimalisir dengan strategi persiapan modal yang lebih matang. Modal yang dibutuhkan dalam membangun bisnis sebenarnya tidak melulu soal uang.
Membangun bisnis dengan modal minim juga harus disertai dengan dukungan modal lainnya seperti keterampilan membangun dan menjaga relasi, kreativitas, menggunakan platform digital, berkomunikasi, negosiasi dan kepemimpinan.
“Dalam mengelola bisnis dengan modal yang relatif kecil, pelaku usaha harus kreatif memaksimalkan modal keterampilan dirinya yang lain. Contohnya, pelaku usaha dapat memaksimalkan networking dengan mengajak konten kreator berkolaborasi dalam bisnis yang sedang dirintis,” ujar Entrepreneur & Founder Negeri Pembelajar Edu-tech, Fellexandro Ruby.
Pada dasarnya, kesuksesan sebuah bisnis tidak dapat terlepas dari soft skills yang dimiliki oleh pendirinya. “Namun yang perlu diingat, setiap keterampilan tersebut tentunya selalu dapat dipelajari dan dikuasai asalkan kita tidak pernah lelah untuk terus belajar,” tutup Fellexandro Ruby.