Jakarta, Gatra.com - Komisi Nasional HAK Asasi Manusia (HAM) melaporkan bahwa korporasi menempati posisi kedua sebagai entitas yang diadukan kepada komisi atas dugaan pelanggaran HAM dalam rentang waktu 2016-2020. Pelanggaran itu mencakup sengketa lahan, sengketa ketenagakerjaan, dan terakhir, pencemaran lingkungan.
Oleh karena itu, negara dianggap perlu untuk hadir dalam hubungan antara korporasi dan hak asasi manusia. Asisten Deputi Agro, Farmasi, dan Pariwisata, Kemenkoperekonomian, Dida Gardera, memastikan bahwa sudah menjadi komitmen dan kewajiban negara dalam menegakkan hak asasi manusia. Beberapa peraturan baik langsung maupun tidak, kata dia, juga sudah mencatumkan HAM, yang prosesnya melibatkan semua stakeholder.
Dalam paparannya pada webinar yang diselenggarakan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Dida mengatakan, Indonesia telah mengadopsi UNGP (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights/Asas-Asas Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia) dan berkomitmen untuk memasukkan HAM dalam penyusunan regulasi nasional. "Beberapa kementerian telah menyusun peraturan teknis yang memasukkan penghormatan bisnis dan HAM," kata Dida pada webinar, Kamis (15/07)
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK), misalnya, Dida mengatakan, pemerintah telah mengesahkan regulasi nasional untuk kemudahan berusaha bagi setiap unsur masyarakat, dan semua peraturan turunannya disusun dengan melibatkan lintas kementerian/lembaga, masyarakat, NGO, korporasi, dan akademisi serta terbuka (dapat diakses secara daring).
Lebih jauh, tiga pekan lalu, Presiden Joko Widodo baru saja meneken Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021-2025, yang memuat empat kelompok sasaran: perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat.
"Dengan adanya RANHAM diharapkan jaminan hukum dan kebijakan perlindungan terhadap masyarakat adat bisa diperkuat," kata Dida.
Seri webinar yang digelar INFID kali ini bertajuk “Urgensi Dorongan Asosiasi Bisnis dalam Memastikan Implementasi Bisnis dan HAM dalam Konteks Lingkungan dan Perubahan Iklim”.
Tema ini, menurut Senior Program Officer INFID, Eridani, penting untuk didiskusikan sebab lingkungan menjadi topik yang perlu menjadi perhatian khusus apabila membahas implementasi hak asasi manusia (HAM) dalam praktik bisnis. Oleh karena itu, isu ini penting dibahas untuk keberlanjutan hidup orang banyak.
Lebih lanjut, INFID mengajukan fokus isu mengenai lingkungan dan perubahan iklim untuk diintegrasikan ke dalam peta bisnis dan HAM. Hal ini sejalan dengan karja-kerja INFID dalam menyusun kertas kebijakan terkait hubungan dua hal tersebut.
"Di indonesia perubahan iklim memberikan dampak buruk pada sektor keamanan dan ketahanan pangan, dan juga sektor perikanan," kata Eridani dalam gelaran webinar tersebut.