Jakarta, Gatra.com- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan pidana penjara kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowodengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan Edhy Prabowo karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan KKN. Terdakwa selaku penyelenggara negara yaitu menteri tidak memberikan teladan yang baik dan menikmati hasil korupsi. Hal meringankan bersikap sopan dalam persudangan, belum pernah dihukum, dan sebagian aset sudah disita.
"Mengadili satu menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi tang dilakukan secara bersama-sama," kata hakim ketua Albertus Usada di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/7).
Edhy Prabowo juga dijatuhi dengan pidana tambahan berupa uang pengganti sejumlah Rp9 miliar dan US$77.000 dikurangi seluruhnya dengan uang yang sudah dikembalikan terdakwa. Apabila tidak membayar uang pengganti satu bulan setelah memperoleh kekuatan hukum tetap maka menutupi uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 2 tahun.
Edhy juga dicabut hak dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok. Edhy Prabowo terbukti menerima suap total Rp25,7 Miliar dari eksportir benih lobster. Edhy memberikan izin pengelolaan dan budidaya lobster dan ekspor Benih Bening loster (BBL) dengan mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
Edhy Prabowo melalui Sekretaris pribadinya Amiril Mukminin dan Staf khususnya Safri telah menerima hadiah berupa uang sejumlah USD77.000,00 atau setara Rp1,1 Miliar dari Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito.
Kemudian masih melalui Suharjito dan eksportir lainnya, Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranata Loe menerima hadiah berupa uang sebesar Rp24.6 Miliar.
"Menimbang bahwa meskipun uang Rp 24.625.587.250 tidak diberikan secara langsung ke terdakwa, karena uang Rp 24.625.587.250 merupakan keuntungan tidak sah dari PT ACK terkait biaya pengiriman ekspor BBL, dan pada akhirnya uang tersebut digunakan kepentingan pribadi, maka menurut hakim uang Rp 24.625.587.250 tersebut merupakan bagian dari memberi atau menjanjikan sesuatu yang diberikan secara tidak langsung ke terdakwa," jelas hakim.