Jakarta, Gatra.com- Para pengunjuk rasa bentrok dengan pasukan keamanan di beberapa daerah di Afrika Selatan dan tampak para penjarah menggeledah pusat perbelanjaan pada hari Selasa, (13/7). Hal ini terjadi ketika frustrasi atas kemiskinan dan ketidaksetaraan memuncak yang menjadi kerusuhan terburuk di negara itu dalam beberapa tahun, dengan jumlah korban tewas naik menjadi lebih dari 30 orang.
Perdana Menteri Provinsi KwaZulu-Natal, Afrika Selatan, Sihle Zikalala, kepada pers mengatakan pada Selasa pagi, (13/7) bahwa banyak dari kematian terjadi dalam kekacauan saat sejumlah orang menjarah makanan, peralatan listrik, minuman keras serta pakaian dari pusat ritel. "Kejadian kemarin membawa banyak kesedihan. Jumlah orang yang meninggal di KwaZulu-Natal saja mencapai 26 orang. Banyak dari mereka meninggal karena terinjak-injak saat orang menjarah barang-barang," kata Zikalala, sebagaimana dilansir dari stasiun berita Al Jazeera pada Selasa, (13/7).
Sementara itu, Perdana Menteri Provinsi Gauteng, David Makhura, mengatakan pada Selasa, (13/7) yakni mayat 10 orang ditemukan pada Senin malam, (12/7) setelah terinjak-injak di pusat perbelanjaan Soweto ketika penjarahan berlanjut di provinsinya.
Para pejabat keamanan mengatakan, kini pemerintah sedang bekerja untuk memastikan kekerasan dan penjarahan tidak menyebar lebih jauh, tetapi mereka berhenti mengumumkan keadaan darurat.
Kekerasan tersebut dipicu oleh pemenjaraan mantan Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, saat para pendukungnya turun ke jalan minggu lalu. Namun, situasinya telah berkembang menjadi curahan kemarahan atas kemiskinan dan ketidaksetaraan yang terus-menerus di negara tersebut selama 27 tahun setelah berakhirnya apartheid. Serta, efek ekonomi dari pembatasan COVID-19 juga telah memperburuk masalah.
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, mengumumkan pada Senin malam, (12/7) bahwa ia telah mengirim pasukan untuk membantu polisi yang kewalahan menghentikan kerusuhan dan "memulihkan ketertiban".