Jakarta, Gatra.com- Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sub-spesialis dalam Hematologi, dr Andhika Rachman SpPD KHOM menjelaskan imunoterapi menjadi harapan untuk pengobatan kanker, termasuk juga kanker leher dan kepala dimana penyebarannya sudah dalam fase metastasis.
Untuk diketahui, metastasis merupakan penyebaran sel kanker dimana ia berpindah ke bagian organ atau jaringan tubuh lain melalui aliran darah atau pembuluh getah bening. Dalam kondisi tertentu, lanjut dr Andhika misal ketika lokasi sel kanker jauh dan tidak mungkin dilakukan operasi pengangkatan, maka dapat dilakukan dengan imunoterapi.
"Dengan Imunoterapi mampu menghambat waktu kekambuhan penderita kanker menjadi lebih lama. Memiliki efektifitas cukup baik dan bagus. Efek samping tidak berat kemoterapi. Efek samping juga ringan dan pasien bisa beraktivitas dengan baik," ungkap dr Andhika dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/7).
Sebagai informasi, imunoterapi adalah pengobatan melawan kanker dengan memanfaatkan sistem kekebalan tubuh seseorang untuk membunuh sel kanker.
Imunoterapi memiliki tujuan sama dengan terapi target yang dikembangkan sebelumnya. Hanya perbedaannya selain langsung menyasar sel kanker, imunoterapi juga membuat sel kekebalan tubuh penderita lebih aktif melawan kanker.
Imunoterapi bekerja dimana Pasukan Sel-T akan bekerja memberi perlawanan akan sel kanker. "Ada mekanisme sel kanker tidak dikenali sel imunitas dan bikin kanker bertambh. Tapi tambah obat imunitas perbaiki sistem imun dan buat efektif sel T," ungkapnya.
Dr. Andhika menyebut imunoterapi merupakan jawaban bagi pengobatan kanker dengan keampuhan maksimal tetapi memiliki efek samping minimal. Diberikan sebagai kombinasi akhir untuk perawatan kanker dan menjadi harapan hidup pasien kanker untuk hidup lebih panjang.
Saat ini ia sudah menggunakannya selain untuk pasien kanker kepala dan leher juga untuk kanker payudara, kanker pankreas, dan kanker empedu.
Tiga tahun terakhir ini respon dan animo masyarakat cukup baik. Ini terutama bagi mereka yang menginginkan terapi kanker lebih nyaman dan tidak berat seperti dahulu. "Sudah bisa gunakan dan tidak sebabkan perburukan atau drop pasien," ujarnya.
Terlebih karena kematian akibat kanker di Indonesia juga tinggi tinggi. Data Globocan 2020 menyebut ada 396.914 kasus baru dengan kematian mencapai 234.511 orang. Serta prevalensi kasus dalam 5 tahun adalah 946.088 kasus.
"Kami bekerja untuk mencegah kanker dimana kami bisa memberikan jalan kepada pasien untuk melakukan perawatan terhadap kanker agar kualitas hidup pasien menjadi lebih baik," pungkas dr. Andhika.