Jakarta, Gatra.com– Hampir setiap hari berita duka menyusup pada whatsapp grup atau pesan pribadi. Kerabat, teman, rekan kerja, sanak saudara telah berpulang. Tidak hanya ucapan bela sungkawa, ada yang mencari donor plasma, jasa ambulans, mobil jenasah, info rumah sakit, dan juga tabung atau pengisian ulang oksigen. Gatra.com mencoba melihat langsung situasi lapangan di beberapa tempat.
Deretan kereta jenazah, sebanyak 5 mobil, dari berbagai tempat ambil posisi menunggu giliran untuk menurunkan jenazah di TPU Rorotan, Jakarta Utara, sekitar pukul 10 pagi, pada hari Rabu, (07/07). Mereka menunggu 4 mobil di depannya yang sedang menurunkan peti mati. Mereka tidak hanya menunggu rekan sesama petugas kereta jenasah yang sedang menurunkan peti mati, tetapi juga menunggu petugas pemakaman yang sedang menyiapkan liang kuburan, dan harus banyak.
Isak tangis para dari pengantar jenazah tenggelam oleh raungan suara mesin dari dua alat berat, beko, yang sedang diturunkan untuk mempercepat proses pemakaman. Beberapa petugas pemakaman ikut turun ke dalam setiap liang kuburan untuk merapikan lubangnya agar peti lebih mudah saat diturunkan. Kedua operator beko pun bekerja dengan sangat rapi dan hati-hati saat menggali lubang pemakaman dan juga saat menutup liang tersebut, terutama di dekat liang ada para pengantar jenasah dan para petugas. Setelah liang tertutup, giliran petugas pemakaman merapikan makam tersebut sebagai akhir proses.
Tenda terpal berdiri dekat pagar sisi kanan dari TPU, tampak beberapa petugas sedang mempersiapkan nisan. Ada yang sedang menggergaji papan sebagai nisan sementara, dan ada yang sedang menulis keterangan pada papan. Beberapa pohon rindang berada di sekitar tenda tersebut, seperti menjadi anugerah tuk berteduh di area yang gersang ditambah sengatan panasnya terik matahari di siang hari itu. Tapi beberapa hari belakangan ini, tempat itu dipakai neduh oleh para pengantar jenasah.
Alat Berat Penggali Kubur
Kesibukan dan lalu lalang alat berat terlihat pada sisi kiri belakang dari TPU Rorotan. Sebuah truk, dan lima beko tampak bertengger sedang berputar-putar menggaruk tanah di gundukan bukit kecil. Mereka sedang merapikan lokasi tersebut yang akan digunakan untuk perluasan area pemakaman. Beberapa titik area di kawasan tersebut sudah dipadati papan nisan. Mendekati siang hari, 9 mobil jenasah sudah antre menunggu 6 lainnya yang sedang menurunkan peti. Bisa dikatakan, frekwensi mobil jenasah datang dengan perkiraan kurun waktu selang sekitar 20 – 30 menit, pada saat itu.
Tak jauh dari tenda terpal tadi, lebih ke arah depan, tampak petugas pemakaman sedang mengukur, kemudian menggali dengan bantuan beko. Mereka mempersiapkan liang-liang baru untuk antisipasi. “Kalau mau dibilang capek, yaaaa banget ....tapi kalau gak gini yaaaa kan kasihan masyarakat, juga jenasahnya. Pagi-siang-malam, kami siap”, kata Din salah satu petugas di sana.
Mata-mata sembab, merah berlinang air mata, tatapan kosong, terlihat dari para pengantar jenazah. Masker yang digunakan tidak bisa menutupi kesedihan. Mereka harus melepas dan merelakan sanak saudara, keluarga, yang meninggal akibat pandemi, dan dimakamkan dengan protokol Covid-19. “Bingung, gak tahu harus gimana .... terakhir ngomong sama mama 6 hari yang lalu. Gak bisa lihat dia meninggal, mandiin juga gak bisa. Perasaan saya gelap.... mendung banget ..... kangen tapi gak bisa apa-apa, cuma liat peti doang ....pasrah, cuman bisa doa aja buat mama”, kata salah satu pengantar sambil meneteskan air matanya, sebut saja Nana.
Kehilangan seseorang berarti duka, tapi bila disebabkan Covid-19 maka duka itu bertambah menjadi dua kali lipat bahkan berlipat-lipat. Terutama karena tak dapat melihat jenazah dari orang yang disayangi untuk terakhir kalinya. Terik sinar matahari pada siang itu seakan tak dapat menembus hati yang mendung para keluarga, dan sanak saudara di TPU Rorotan.
Kurang lebih 9 hingga 12 mobil jenasah, secara bergantian menurunkan peti mati saat Gatra.com kembali mengamati TPU Rorotan, sekitar pukul 19.00 hingga 20.30, pada Minggu (11/07). Suasana pemakaman agak terlihat lebih lengang, tidak sesibuk seperti pada hari Rabu kemarin. Belasan petugas sedang melaksanakan proses pemakaman, kelompok lainnya melakukan persiapan penggalian di area sebelahnya. Deru suara 3 mesin beko yang hilir mudik pada dua titik area, memecah keheningan malam demi mempercepat proses pemakaman. Para petugas pemakaman pun tidak kalah dengan si beko, tetap sigap dan semangat. Untuk mengobati lelah dan pegal, mereka sesekali meluruskan badan sejenak, hanya dengan beralaskan tanah datar di dekat pemakaman.
Dikejar 20 Peti Mati
Bunyi gergaji terdengar saat mendekati bangunan perajin pembuat peti mati CV. Sahabat Duka di salah satu pojok TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pada Jumat pekan lalu (09/07). Tampak 5 peti mati yang baru selesai dicat, sedang dijemur di jalan setapak menuju pintu masuk. Pengecatan dilakukan persis di depan bangunan. Gatra dipersilahkan untuk mengambil gambar kegiatan proses pembuatan peti mati, tapi untuk wawancara nanti dulu, karena lagi banyak kerjaan. “Silahkan ambil gambar mas, tapi wawancara jangan sekarang. Lagi dikejar waktu nih”, kata salah satu karyawan di sana. Perusahaan ini mendapat order membuat 50 peti mati, jumlah yang 30 sudah diambil kemarin, dan sisanya pada sore ini.
Waktu kerja normal dari pukul 08.00 hingga 17.00 pun harus diperpanjang dengan lembur hingga pukul 23.00, akibat banjir permintaan akan peti mati dalam seminggu ini. Mereka mengatur jadwal lebur agar bisa bergantian. “Baru seminggu sih, kalau 200 mah kayaknya lebih .... kebanyakan pesanan rumah sakit. Lembur jam 11 malam, tapi gak semua lembur, ganti-gantian ....gak kuat. Kalau capek banyak yang sakit”, kata Rosyid, salah seorang karyawan CV. Sahabat Duka. Sekitar pukul 14.30, peti mati yang ke 20 telah selesai, dan dua orang karyawan langsung menggotongnya masuk ke dalam truk yang sudah menunggu.
Antre Tabung Penyambung Napas
Deretan tabung oksigen sepanjang 10 hingga 20 meter menjadi pemandangan yang biasa saat melewati Jalan Minangkabau, Pasar Manggis, Jakarta Selatan, pada pekan kemarin. Para pembeli isi ulang oksigen sengaja menaruh tabung sebagai pengganti diri mereka saat antre di depot pengisian ulang oksigen CV. Rintis Usaha Bersama (RUB). “Tadi mulai antre dari jam 14, dan ini dapat nomor 39. iya nih udah sore banget, kayaknya baru urutan ke 33. Harus sabar .... ini buat keluarga yang kena Covid”, kata Jenny, pada Kamis kemarin (08/07). Wanita asal Pasar Minggu ini rela menunggu untuk mengisi tabung ukuran 1 meter kubik karena alasan sudah lama mengenal tempat ini. Antrean hanya diperuntukkan untuk tabung dari ukuran 0,5 meter kubik hingga 2 meter kubik, sedangkan yang ukuran jumbo seperti 6 atau 10 meter kubik diturunkan di depan depot.
Untuk menghindari “pengularan” dalam antrean, pihak RUB telah membuat 4 sesi pengisian, yaitu sesi I pukul 07.00 – 10, sesi II pukul 10.30 – 13.00, sesi III pukul 13.30 – 16.00, dan sesi IV pukul 16.30 – 19.15. Setiap sesinya hanya untuk 50 orang, dan setiap orangnya dibatasi maksimum 5 tabung yang ukuran kecil. Tapi pembagian sesi ini juga tergantung dari situasi dan kondisi. “Itu kalau gak dikasih tulisan ....oksigen habis....antrean bisa sampai ujung jalan sana. Sesi ini sudah dibuat dari 3 minggu yang lalu. Minggu yang pertama kacau karena gak ada yang mengkoordinir. Ini juga supaya anak-anak juga bisa istirahat yang cukup. Pagi buka jam berapa? Dalam keadaan kayak gini, saya lagi salat subuh aja orang sudah antre, terpaksa kita layani tanpa nomor, yang jam 7 baru dikasih nomor. Dan kita hanya menerima tabung buatan 2001 ke atas”, kata Winoto dari CV. Rintis Usaha Bersama.
Situasi yang hampir mirip juga terlihat di tempat pengisian gas di Jalan Swadarma Raya, Ulujami, Jakarta Selatan, pada Sabtu kemarin, (10/07). Warga harus antre untuk mengisi ulang tabung untuk kebutuhan medis, bukan hanya untuk pasien Covid-19 tapi juga penyakit lainnya. “Saya sudah di sini dari siang. Ini buat saudara, sakit kanker”, kata Sulis sambil menunggu di depan gerbang. Tampak beberapa ambulans dan kendaraan pengangkut lainnya keluar-masuk gerbang dengan membawa tabung-tabung gas untuk mengisi atapun mengambil. “Udah sampai dari dzuhur tadi, dapat nomor 23, tapi tabung sudah masuk(dalam proses pengisian), tinggal tunggu selesai aja”, ujar Iqbal. Ia harus berburu isi ulang tabung oksigen yang berukuran 6 meter kubik untuk keluarga yang sedang isolasi mandiri. “Mudah-mudahan aja ada tempat isi ulang oksigen ditaruh di beberapa wilayah, supaya gampang, tapi gasnya harus selalu ada”, harapan warga Setiabudi ini sambil mendorong tabung yang sudah terisi penuh meninggalkan tepat itu.
Foto dan Naskah: Jongki Handianto