Jakarta, Gatra.com – Unggahan dokter Lois Owien atau Louis Owen di sejumlah media sosial bahwa tidak ada Covid-19, serta kematian pasien virus menular tersebut merupakan akibat interaksi obat. Unggahan itu viral dan menimbulkan reaksi dari sejumlah kalangan karena bertentangan dengan fakta-fakta yang selama ini dipercaya.
Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Zullies Ikawati, PhD, Apt, dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra,com pada Senin (12/7), menerangkan bahwa interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien.
Menurutnya, secara umum, interaksi ini dapat menyebabkan meningkatnya efek farmakologi obat lain (bersifat sinergis atau aditif), atau mengurangi efek obat lain (antagonis), atau meningkatkan efek yang tidak diinginkan dari obat yang digunakan.
"Karena itu, sebenarnya interaksi ini tidak semuanya berkonotasi berbahaya, ada yang menguntungkan, ada yang merugikan. Jadi tidak bisa digeneralisir dan harus dikaji secara individual," ujarnya.
Ikawati menyebut banyak kondisi penyakit yang membutuhkan lebih dari satu macam obat untuk terapinya, apalagi jika pasien memiliki penyakit yang lebih dari satu atau komorbid. Bahkan satu penyakit pun bisa membutuhkan lebih dari satu obat, contohnya hipertensi.
Pada kondisi hipertensi, tuturnya, yang tidak terkontrol dengan obat tunggal dapat ditambahkan obat antihipertensi yang lain. Bahkan bisa dikombinasi 2 atau 3 obat antihipertensi.
"Dalam kasus ini, memang pemilihan obat yang akan dikombinasikan harus tepat, yaitu yang memiliki mekanisme yang berbeda. Sehingga, ibarat menangkap pencuri, dia bisa diadang dari berbagai penjuru," ujarnya.
Dalam hal ini, lanjut dia, obat tersebut dapat dikatakan berinteraksi, tetapi interaksi ini adalah interaksi yang menguntungkan karena bersifat sinergis dalam menurunkan tekanan darah.
"Memang tetap harus diperhatikan terkait dengan risiko efek samping, karena semakin banyak obat tentu risikonya bisa meningkat," kata Ikawati.
Sedangkan untuk terapi Covid-19, lanjutnya, bahwasanya penyakit ini memang unik, yakni kondisi satu pasien dengan yang lain dapat sangat bervariasi. Misalnya pada pasien yang bergejala sedang sampai berat, maka dapat terjadi peradangan paru, gangguan pembekuan darah, gangguan pencernaan, dan lain-lain.
"Karena itu, sangat mungkin diperlukan beberapa macam obat untuk mengatasi berbagai gangguan tersebut, di samping obat antivirus dan vitamin-vitamin. Justru jika tidak mendapatkan obat yang sesuai, dapat memperburuk kondisi dan menyebabkan kematian," terang Ikawati.
"Dalam hal ini, dokter tentu akan mempertimbangkan manfaat dan risikonya dan memilihkan obat yang terbaik untuk pasiennya. Tidak ada dokter yang ingin pasiennya meninggal dengan obat-obat yang diberikannya," ujarnya.