Jakarta, Gatra.com - Seorang pria Palestina yang ditahan tanpa tuduhan telah dibebaskan dari tahanan Israel, seusai melakukan mogok makan selama lebih dari 2 bulan atau tepatnya 65 hari.
Ghadanfar Abu Atwan yang berusia 28 tahun tiba di Rumah Sakit Ramallah Istishari di Tepi Barat yang diduduki pada hari Kamis, (8/7) dan diterima oleh ratusan simpatisan serta pendukung termasuk Menteri Kesehatan (Menkes) Palestina Mai Al-Kaila, seperti dilansir dari stasiun berita Al Jazeera pada Jumat, (9/7).
Dalam sebuah pernyataan singkat kepada televisi resmi Palestina, Abu Atwan memberikan penghormatan kepada para tahanan Palestina di penjara-penjara Israel yang mendukungnya selama mogok makan. Di mana dipimpin oleh pamannya Munif Abu Atwan, yang menjalani hukuman penjara seumur hidup.
Diketahui, Abu Atwan ditangkap pada Oktober 2020 lalu di rumahnya di kota Dura di Tepi Barat yang diduduki. Ia pun menjalani penahanan administratif selama 6 bulan.
Negara Israel menggunakan kebijakan penahanan administratif untuk menangkap dan menahan warga Palestina tanpa mengajukan tuntutan resmi. Serta, seringkali atas dugaan pelanggaran keamanan yang tidak jelas diungkapkan oleh Israel.
Sementara itu, Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) mengecam perintah tersebut yang dapat diperbarui, dengan mengatakan bahwa kebijakan itu telah melanggar hak-hak tahanan.
Sesudah pembaruan perintah penahanan administratif pada tanggal 5 Mei 2021, Abu Atwan memulai mogok makannya. Klub Tahanan Palestina, sebuah kelompok hak asasi yang mengadvokasi warga Palestina yang ditahan di tahanan Israel, mengatakan ia dilecehkan dan diserang.
Adapun, Abu Atwan dipindahkan ke Rumah Sakit Kaplan Israel pada bulan Juni 2021 lalu. Sementara, pihak berwenang Israel mengumumkan bahwa mereka telah membekukan perintah penahanannya, lalu Abu Atwan melanjutkan mogok makan sampai ia dibebaskan.
Setelah kedatangan Abu Atwan di Ramallah, Menkes Palestina mengatakan kepada media lokal bahwa tim medis akan menindaklanjuti kondisi Abu Atwan dan akan melakukan semua pemeriksaan serta perawatan yang diperlukan.
Ia pun mengatakan pihak berwenang Israel telah melakukan "pengabaian besar" terhadap tahanan Palestina dan tidak memberikan persyaratan minimum untuk perawatan, di samping kegagalan untuk memberikan tindakan pencegahan yang diperlukan, terutama di tengah penyebaran COVID-19.
"Semua lembaga dan organisasi Hak Asasi Manusia internasional harus segera turun tangan untuk menghentikan kebijakan rasis pendudukan dan pengabaian yang disengaja terhadap kesehatan para tahanan, merampas perawatan yang diperlukan untuk mereka," kata Al-Kaila.
Sebelum pembebasan Abu Atwan, puluhan kelompok hak asasi Palestina telah mengeluarkan seruan mendesak kepada Prosedur Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memperingatkan ancaman hidup yang akan segera terjadi bagi Abu Atwan.
"Penerbitan dan konfirmasi perintah penahanan administratif oleh Occupying Power [Israel] telah meningkat secara drastis tahun ini. Dan berfungsi sebagai fitur kunci dari penindasan Israel terhadap warga Palestina yang terlibat dalam perjuangan mereka menuju hak untuk menentukan nasib sendiri," ujar seruan itu.