Tegal, Gatra.com - Mobilitas masyarakat di Kota Tegal, Jawa Tengah masih tinggi selama lima hari penerapan PPKM Darurat. Diduga karena banyak pekerja yang tidak taat aturan work from home (WFH).
Kapolres Tegal Kota AKBP Rita Wulandari Wibowo mengatakan, langkah penutupan sejumlah ruas jalan dilakukan untuk mengurangi mobilitas masyarakat.
"Mobilitas kita (Kota Tegal) tertinggi se Jawa Tengah. Makanya kita langsung lakukan upaya penutupan-penutupan jalan. Dibandingkan dengan wilayah lain mereka sudah cooling down dengan PPKM, tapi di Kota Tegal sama Kabupaten Tegal belum. Akhirnya kita lakukan penyekatan maksimal, ada 19 titik," kata Rita, Kamis (8/7).
Menurut Rita, langkah penutupan jalan tersebut sudah cukup efektif untuk membatasi akses masyarakat antar wilayah. Namun di dalam kota, mobilitas masyarakat masih tinggi. Dari patroli yang dilakukannya, sejumlah ruas jalan terpantau masih dipadati masyarakat yang bepergian.
"Di dalam kota masih meriah. Kota Tegal ini luar biasa. Jumlah penduduk kan sekitar 283 ribu, tapi di jam-jam tertentu, jumlahnya bisa tiga kali lipat, lebih bahkan. Ini karena dari daerah sekitar semuanya pada lari ke Kota Tegal, kerjanya di Kota Tegal," ujar Rita.
Rita menengarai masih tingginya mobilitas masyarakat itu karena banyak pekerja di sektor non-esenisal dan non-kritikal yang tetap bepergian kendati harusnya bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Pihaknya melakukan sejumlah upaya lain, yakni dengan pengecekan ke perusahan-perusahaan di sektor non esensial dan non-kritikal serta ke rumah-rumah para pekerjanya.
"Pengecekan ke perusahaan sudah kita lakukan, tidak ada temuan pelanggaran Instruksi Wali Kota. Saya mensinyalir bahwa yang melakukan WFH mereka tidak taat, mereka keluyuran. Sehingga saya melakukan operasi kepada pegawai yang dia harusnya WFH tapi dia tetap pergi-pergi. Kita sudah ada daftaranya, kita lakukan pengecekan ke rumah-rumah," ujarnya.
Menurut Rita, jika hasil pengecekan tersebut menemukan adanya pekerja yang sesuai ketentuan PPKM Darurat seharusnya WFH namun tidak berada di tempat, maka akan melaporkannya ke perusahaan yang bersangkutan agar diberikan sanksi.
"Kita akan akan buat catatan, laporan ke perusahannya agar diberi tindakan tegas apapun bentuknya. Karena kalau di aturan, dia harusnya stay at home, tapi tidak di tempat, ke mana-mana, artnya dia tidak taat. Selain itu membahayakan orang lain karena dia akan menimbulkan kerumunan, kita tidak tahu posisinya dia sehat atau tidak," ujar Rita.
Dengan upaya tersebut ditambah dengan penutupan sejumlah ruas jalan di perbatasan dan dalam kota, Rita menargetkan mobilitas masyarakat bisa turun hingga 50 persen.
"Kalau dibandingkan kemarin, setelah ada penyekatan sudah turun 15 - 20 persen. Untuk antar wilayah sudah efektif, tapi dalam kota masih meriah karena itu tadi, kita tidak tahu pegawai yang harusnya WFH, tapi pergi-pergi atau gimana," ujarnya.