Pekanbaru, Gatra.com - Pemerintahan Provinsi Riau, PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang merupakan satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) digugat masyarakat.
Gugatan persoalan limbah itu oleh masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) terkait pencemaran limbah minyak berbahaya. Gugatan juga berisi pemulihan pencemaran limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) di Wilayah Kerja Migas Blok Rokan.
Wakil Sekretaris LPPHI, Hengki Seprihadi mengatakan gugatan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru itu untuk meminta negara agar memberikan keadilan atas permasalahan kerusakan hutan dan lingkungan hidup. Kejadiannya di wilayah kerja ladang minyak Blok Rokan di Riau yang selama ini diabaikan oleh para tergugat.
"Selama ini, ada 297 pengaduan masyarakat kepada Pemprov Riau tentang pencemaran yang terjadi pada lahannya akibat ekplorasi minyak. Ini pastinya akan berimbas pada kesehatan biota hayati di sana dan sekitarnya," kata Hengki, Kamis (8/7).
Menurut Hengki, pengaduan selama ini seolah hanya seperti mengadu ke angin yang lalu saja. Sebab, tidak ada upaya pemulihan lingkungan meski dilaporkan. Karena itu, Hengki dan rekannya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru.
"Sebanyak 270 pengaduan masyarakat terkait limbah PT Chevron yang sebentar lagi akan dikelola Pertamina itu berada di Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, dan Kota Pekanbaru," jelasnya.
Hengki meminta negara melalui pengadilan untuk memberikan keadilan kepada warga. Menurutnya, sudah ada kerugian yang terjadi seperti percemaran lahan warga yang sudah tumbuh akibat limbah dan kerugian potensual dampak penyakit.
Ketua Tim Hukum LPPHI, Josua Hutauruk mengatakan, gugatan yang diajukan berdasarkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan masing-masing tergugat yang telah merugikan masyarakat.
Menurut Josua, gugatan berupa sejumlah kewajiban yang tidak dijalankan oleh masing-masing para tergugat tersebut.
"Padahal dalam Undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta turunan-turunannya, UU Kehutanan beserta turunannya, serta UU tentang Pemerintahan Daerah beserta turunannya, dengan tegas mewajibkan hal itu bahkan memberi kewenangan yang luas pada para instasi pemerintah yang terkait untuk melaksanakan kewajibannya itu," jelasnya.
Jasua berharap, pengadilan menghukum para tergugat untuk melaksanakan aturan yang ada guna memulihkan pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun akibat operasi PT CPI. "Harus ada audit lingkungan hidup Blok Rokan tahun 2020," ungkap Josua.
Sementara itu, Manager Corporate Communications PT CPI Sonitha Poernomo saat dikonfirmasi mengaku sudah mengetahui pihaknya digugat masyarakat. Dia menyebutkan program pemulihan sudah mereka lakukan.
"Program pemulihan lahan PT CPI dilaksanakan berdasarkan aturan pengelolaan limbah secara spesifik. Dan perkembangan dari pekerjaan pemulihan ini dilaporkan oleh kita kepada pemerintah di tingkat pusat kepada SKK Migas dan KLHK maupun di tingkat daerah kepada DLHK Riau, DLH kabupaten kota, perwakilan SKK Migas, ESDM Riau dan instansi terkait lain," katanya.
Menurut Sonitha, sebagai kontraktor dari Pemerintah Indonesia, PT CPI melaksanakan program pemulihan tanah terpapar minyak bumi di Blok Rokan sesuai arahan dan persetujuan KLHK dan SKK Migas hingga berakhirnya Rokan Production Sharing Contract (PSC) pada Agustus 2021.
"PT CPI bekerja sama dengan SKK Migas untuk mendukung transisi yang lancar untuk semua operasi Rokan, termasuk pekerjaan pemulihan yang tersisa ke Pemerintah Indonesia," tandasnya.