Jakarta, Gatra.com – Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), Riono Budisantoso, menyatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta terhadap terdakwa oknum jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat bersama ini menyampaikan alasan JPU untuk tidak mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra.com, Kamis dinihari (8/7).
Riono menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah pihaknya mempelajari putusan PT DKI Jakarta Nomor 10/PID.SUS-TPK/2021/PT. DKI tanggal 14 Juni 2021 atas nama terdakwa Pinangki Sirna Malasari.
"Setelah mempelajari putusan, JPU tidak menemukan alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 253 Ayat (1) KHUP," katanya.
Dalam ketentuan tersebut, lanjut Riono, secara limitatif ditentukan, yakni apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya.
Kemudian, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang dan apaka benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
"Di dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut, ketentuan atau peraturan hukum yang menjadi dasar pertimbangan telah diterapkan secara benar," ujarnya.
Riono melanjutkan, dalam putusan tersebut tidak ada satu pun ketentuan atau peraturan telah diterapkan tidak sebagaimana mestinya. PT DKI Jakarta juga telah memeriksa dan mengadili perkara Pinangki secara benar dan tidak melampaui batas wewenangnya.
"Untuk itu, desakan agar JPU mengajukan permohonan upaya hukum kasasi sama artinya dengan meminta JPU untuk melakukan tindakan yang tidak memiliki dasar hukum, di mana hal ini tentu saja tidak bisa dibenarkan," ujarnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Pinangki 10 tahun penjara dan membayar denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis menyatakan Pinangki terbukti bersalah melakukan korupsi yakni menerima suap, melakuka pencucian uang, dan permufakatan jahat dalam kasus terpidana hak tagih (cesie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra (Djoker).
Sebelum divonis, JPU menuntut terdakwa Pinangki agar dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dengan demikian, vonis pengadilan di atas lebih tinggi dari tuntutan JPU.
Terdakwa Pinangki kemudian mengajukan banding ke PT DKI Jakarta. Majelis hakim tingkat banding ini kemudian menerima kasasi dan mendiskon hukuman menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Publik kemudian menyoal vonis tersebut dan meminta JPU agar mengajuka banding. Vonis terhadap Pinangki lebih ringan jika dibandingkan vonis terhadap Andi Irfan Jaya, perantara suap antara Djoker dan Pinangki.
Andi Irfan Jaya dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Vonis ini diketok majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Sama seperti Pinangki, vonis terhadap Djoker juga lebih ringan dari Andi Irfan Jaya. Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan penjara.