Jakarta, Gatra.com – Pemerintah Haiti menyampaikan bahwa Presiden Jovenel Moise ditembak mati oleh penyerang tak dikenal di kediaman pribadinya, Rabu dini hari (7/7). Hal ini menimbulkan kekhawatiran meningkatnya gejolak di Kepulauan Karibia yang miskin itu.
Dilansir dari kantor berita Reuters pada Rabu (7/7), pembunuhan itu mendapat kecaman dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara tetangga Amerika Latin lainnya, yang bertepatan dengan serentetan kekerasan geng di Port-au-Prince dalam beberapa bulan terakhir.
Rentetan kekerasan tersebut dipicu oleh krisis kemanusiaan dan kerusuhan politik yang berkembang. Kekacauan tersebut telah mengubah banyak distrik di ibu kota dan menjadi zona terlarang.
Perdana Menteri sementara, Claude Joseph, dalam sambutan yang disiarkan televisi seusai memimpin rapat kabinet, menyampaikan bahwa pemerintah telah mengumumkan keadaan darurat di tengah kebingungan tentang siapa yang akan mengambil alih kendali negara.
"Saudara-saudaraku, tetap tenang karena situasi dapat terkendali," katanya.
Joseph melanjutkan, istri Presiden Jovenel Moise, Martine Moise, juga tertembak dalam serangan yang terjadi sekitar pukul 01.00 waktu setempat di kediamannya di perbukitan di atas Port-au-Prince. Kini, dia tengah menerima perawatan medis.
"Sekelompok orang tak dikenal, beberapa dari mereka berbicara bahasa Spanyol, menyerang kediaman pribadi presiden dan dengan demikian melukai kepala negara," tuturnya.
Joseph pun menerangkan, polisi dan tentara telah mengendalikan situasi keamanan. Jalan-jalan di ibu kota yang biasanya ramai berpenduduk 1 juta orang itu menjadi sepi dan kosong pada Rabu pagi (7/7) setelah serangan itu.
"Semua tindakan diambil untuk menjamin kelangsungan negara dan untuk melindungi bangsa," ujarnya.
Sementara itu, dengan Haiti yang terpolarisasi secara politik dan sedang menghadapi kelaparan yang meningkat, ketakutan akan gangguan ketertiban mulai menyebar. Republik Dominika mengatakan, akan menutup perbatasannya dengan Haiti di Pulau Karibia Hispaniola.
"Kejahatan ini merupakan serangan terhadap tatanan demokrasi Haiti dan kawasan," kata Presiden Republik Dominika, Luis Abinader.
Kemudian, para pemimpin di seluruh dunia mengutuk serangan itu. AS menggambarkannya sebagai "kejahatan yang mengerikan". Sedangkan Presiden Kolombia, Ivan Duque, meminta organisasi negara-negara Amerika untuk mengirimkan misi ke Haiti guna "menjamin ketertiban demokrasi".