Sukoharjo, Gatra.com - Setelah ditutup sementara oleh Satgas Covid-19 tingkat kecamatan, akses menuju Kampung Ngadipiro RT 01/RW 04 Desa Grajegan, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Jawa Tengah kembali dibuka, Rabu (7/7). Penutupan akses sendiri lantaran puluhan warga dinyatakan reaktif Covid-19 berdasarkan hasil tes antigen.
Kasus ini muncul karena sebelumnya ada kegiatan hajatan di kampung tersebut. Sehingga Satgas Covid-19 tingkat desa langsung melakukan tracing. Hasilnya sejumlah warga mengeluh sakit demam. Menyusul kondisi itu puluhan warga langsung dilakukan tes antigen, dengan hasil ada 32 orang reaktif dan 4 orang dirawat di rumah sakit.
Ketua Satgas Covid-19 Kecamatan Tawangsari Joko Windarto mengatakan, kampung tersebut ditutup selama 14 hari. Sehingga secara aturan, isolasi mandiri sudah terlewati. "Sudah dibuka sore ini, kondisi alhamdulillah sudah membaik, tapi tetap kita pantau," katanya.
Meski portal kampung sudah dibuka, namun masyarakat tetap diminta mematuhi protokol kesehatan secara ketat, seperti menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, kurangi mobilitas dan rajin mencuci tangan. Mereka juga diminta untuk mawas diri dan tidak menyepelekan akan virus Corona ini. "Walaupun sudah lepas dari isolasi mandiri secara total tapi juga tidak boleh gampangne, tetap kita sosialisasi dan pantau," ucapnya.
Joko mengaku di wilayah Kecamatan Tawangsari hanya Kampung Ngadipiro yang aksesnya ditutup. "Akses kampung yang ditutup hanya ada di Grajegan itu, karena satu RT hampir terpapar, dan sejarahnya klaster hajatan," ungkapnya.
Namun yang lebih tragis pada Minggu lalu, tiga anggota keluarga asal Dukuh Pandangrangkang RT 003/RW 001 Desa Kedungjambal, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo dilaporkan meninggal dunia lantaran terpapar Covid-19. Tiga anggota keluarga ini yakni ibu dan kedua anaknya.
Joko menceritakan, kisah memilukan satu anggota keluarga di Kedungjambal yang terpapar virus Corona ini berawal saat kedua putranya touring bersama teman-teman ke kawasan wisata Bromo. Seusai kepulangan perjalanan tersebut, sang ibu bernama Neni (57) langsung mengalami gejala sakit demam, batuk dan pilek. Kemudian dilakukan swab antigen terhadap yang bersangkutan dan terkonfirmasi hasil reaktif.
Satgas Covid-19 selanjutnya melakukan tracing terhadap kontak erat di lini pertama, yakni keluarga satu tempat tinggal. Dari hasil tracing diketahui tiga anggota keluarga terdiri atas bapak, dan dua anak juga terkonfirmasi positif. Keluarga tersebut lantas melakukan isolasi mandiri di rumah.
"Saat isolasi mandiri ini berjalan Ibu Neni tanggal 1 Juli meninggal dunia di rumah. Ibu Neni ini memiliki penyakit komorbid paru-paru," terangnya.
Namun seusai ibu meninggal dunia, tiga anggota keluarga lainnya tetap memilih isolasi mandiri di rumah. Meskipun Satgas Covid-19 telah meminta anggota keluarga tersebut dirawat di rumah sakit lantaran semuanya memiliki penyakit penyerta.
Hingga pada 4 Juli, anak bungsu bernama Furqon (20) meninggal dunia di pagi hari saat menjalani isolasi mandiri di rumahnya. Furqon meninggal dunia lantaran memiliki penyakit bawaan jantung.
"Ada kasus dua meninggal di rumah ini, satgas covid akhirnya memaksa dua anggota keluarga lagi yakni kakak Furqon bernama Lufti, dan ayahnya untuk dibawa ke rumah sakit rujukan," paparnya.
Namun nahas, sang kakak meninggal dunia saat mendapatkan perawatan medis di rumah sakit rujukan Covid-19. Sang kakak meninggal di hari yang sama dengan adiknya. Sementara untuk kepala keluarga tersebut hingga kini masih menjalani perawatan di rumah sakit.
"Untuk sekarang bapaknya di rawat di Rumah Sakit Ortopedi Kartasura," ujarnya.
Menindaklanjuti kedua kasus itu, Polsek Tawangsari bersama Satgas Covid-19 tingkat kecamatan langsung melakukan penyemprotan desinfektan di kampung-kampung. Penyemprotan desinfektan sebagai upaya antipasi penyebaran Covid-19 wilayah Kecamatan Tawangsari.
"Penyemprotan desinfektan untuk memutus mata rantai virus Corona, semoga tidak ada kejadian yang serupa," tandas Kapolsek Tawangsari AKP Tri Jalu Wahyudi.