Jakarta, Gatra.com - Tren hilangnya tutupan hutan dan peningkatan pembangunan jalan di Papua itu berjalan seiringan. Tak hanya itu, pembangunan Jalan Trans Papua memiliki dampak terhadap keanekaragaman hayati yang ada di Provinsi Papua.
Hal ini diungkapkan oleh Umi Ma'rufah dari Tim Peneliti dalam Diskusi dan Peluncuran Laporan Studi "Analisis Pengaruh Rencana Pembangunan Major Project Jalan Trans Papua terhadap Aspek Sosial-Ekologis Papua", yang disiarkan langsung via kanal YouTube WALHI Nasional pada Selasa, (6/7).
Umi beserta tim peneliti lainnya melihat adanya potensi hilangnya tutupan hutan lagi. Di mana, pembangunan jalan yang belum tersambung di Provinsi Papua akan turut berkontribusi pada hilangnya tutupan hutan di sana.
Yang pertama, katanya, dalam proyeksi jangka pendek yaitu di area pembukaan jalan, secara langsung berpotensi menghilangkan 57 hektar tutupan hutan dan sejumlah 20 hektar di antaranya berada di kawasan hutan lindung dan konservasi. Kemudian dalam proyeksi jangka menengah, mereka memproyeksikan efek tepi 100m kiri-kanan jalan itu potensial menghilangkan tutupan hutan dengan luas total 1.290 hektar.
"Sekitar 464 hektarnya itu adalah kawasan hutan lindung atau konservasi," terang Umi.
Lanjutnya, dalam proyeksi jangka panjang, (efek tepi 1km kiri-kanan jalan), itu memiliki potensi menghilangkan tutupan hutan seluas 3 kali lipat wilayah Kota Yogyakarta yakni sebesar 12.649 hektar. Di mana, sejumlah 4.772 di antaranya merupakan kawasan hutan lindung atau konservasi.
Selain menghilangkan kawasan tutupan hutan lindung, Walhi juga melihat bahwa proyek ini mengancam flora dan fauna yang dilindungi.
"Di sini kami melakukan analisis dengan cara mengidentifikasi beberapa flora/fauna yang memang tercatat dilindungi di IUCN [International Union for Conservation of Nature], kemudian juga bagaimana status mereka. Lalu, kita lihat letaknya atau area atau tempat tinggalnya, yaitu di beberapa kawasan konservasi yang terdapat di Papua," tuturnya.
Misalnya, Flora Anggrek Kasut Ungu dan Kangguru Pohon Mbaiso yang termasuk endangered (EN) atau terancam punah karena terdampak dalam pembangunan tersebut. "Artinya, dari tahun ke tahun hilangnya tutupan itu sejalan dengan pembangunan jalan," ungkapnya.
Umi menerangkan, bahwasanya Flora Anggrek Kasut Ungu terletak di Ruas Fakfak-Windesi. Sedangkan, Kangguru Pohon Mbaiso berada di Taman Nasional Lorentz Papua, tempat tinggal binatang tersebut. Keduanya telah tercatat serta dilindungi oleh IUCN.
Adapun Penyu Sisik tergolong critically endangered (CR) atau kritis menghadapi kepunahan. Selain itu flora-fauna yang terancam pada kawasan konservasi yaitu Biawak, Buaya Muara, Elang Bondol, Flora Damar Putih, Flora Nothofagus, Kakatua, Kakatua Koki, Kangguru Pohon Wakera, Kasturi Kepala Hitam, Kupu-Kupu Sayap Burung Pramus, Kuskus, Kuskus Abu, Mambruk Selatan, Melampitta Besar, Namdur Topeng, Nuri Raja Sayap Kuning, Penyu Hijau Lekang Belimbing, Sanca Bulan dan Sanca Hijau.
"Mereka juga termasuk terancam karena memang habitatnya berada di tepi jalan terdampak, begitu," jelas Umi.