Home Hukum Carut Marut Dasar Hukum Penanggulangan Pandemi Covid-19 di Indonesia

Carut Marut Dasar Hukum Penanggulangan Pandemi Covid-19 di Indonesia

Jakarta, Gatra.com - Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengungkapkan tentang kacaunya hukum yang diterapkan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.

Mengawali pemaparannya, Isnur menjelaskan bahwa setiap rakyat memiliki dasar hukum untuk menagih pertanggungjawaban negara dalam melindungi rakyatnya, termasuk di dalam situasi pandemi saat ini.

"Tentu kita punya dasar hukum di mana janji pemerintah, bahkan sejak kemerdekaan itu melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Itu janji negara, janji pemerintah." jelasnya dalam diskusi daring bertema 'Gagalnya Indonesia Menyelamatkan Rakyat' pada Senin (05/07).

Isnur menekankan bahwa sejatinya Indonesia adalah negara hukum. Sekali pun dalam keadaan darurat, jelasnya, harus ada aturan hukum yang melandasi setiap kebijakan yang diambil.

Lebih lanjut, Isnur menjelaskan bahwa dalam situasi Pandemi ini terdapat sejumlah hal yang harus dipenuhi oleh pemerintah kepada rakyatnya. Hal tersebut tertulis dalam konstitusi.

"Baik kesehatan, baik tumbuh kembang, baik hak hidup, baik pelayanan kesehatan, semua itu tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Jadi kalau kita kemudian mau menagih. Siapa yang kita pertanyakan? Sesuai konstitusi UUD 1945, ya, pemerintah." tegasnya.

"Warga mungkin bisa disalahkan, tapi itu nomor sekian. Yang disalahkan pertama yang sesuai dengan konstitusi dan hukum adalah pemerintah karena pemerintahlah mandat konstitusi di sini." tambahnya.

Merujuk pada UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM, Isnur menjelaskan bahwa kesehatan merupakan bagian utama dari hak asasi manusia. Selain itu, Isnur juga menyingung bahwa Indonesia telah ikut meratifikasi Konvensi International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, disingkat (ICESCR)yang di dalamnya memuat tentang kewajiban negara dalam menjamin hak setiap orang untuk menikmati standar kesehatan tertinggi yang terjangkau.

Isnur lantas menjelaskan bahwa terdapat empat aspek terkait hak atas standar kesehatan tertinggi, yakni ketersediaan, aksesibilitas, penerimaan dan kualitas.

"Oksigen tersedia apa tidak?, kedua aksesibilitasnya bagaimana? Penerimaanya bagaimana? Kualitasnya bagaimana? Jelas di sini pemerintah telah meratifikasi ini dan ini direviu oleh internasional." ujarnya.

Isnur kemudian menyinggung tentang Undang-Undang Karantina Kesehatan yang dibuat pada 2018 silam. Di dalamnya terdapat mandat pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) sejumlah hal, namun hingga saat ini PP tersebut belum kunjung dilahirkan.

Peraturan Presiden tersebut belum dibuat sejak tiga tahun dikeluarkannya UU Karantina Kesehatan. Bahkan, Isnur menekankan bahwa setelah Indonesia dirundung pandemi dalam satu setengah tahun ini, PP tersebut juga belum kunjung dibuat.

Sebagai contoh, Isnur menyebutkan tentang penetapan dan pencabutan Status Kedaruratan Masyarakat. Pada tanggal 31 Maret 2020, sebut Isnur, Presiden Joko Widodo menetapkan status darurat masyarakat atas Covid-19, padahal kewajiban membuat PP belum dirampungkan.

"Dasarnya apa? Apa indikatornya? Kapan berakhirnya? Di wilayah mana? Apakah status yang dibuat oleh presiden ini masih berlaku? Ini tidak jelas. Istilahnya sekarang keluar PPKM Darurat," tegas isnur.

Sebagai infromasi, UU Karantina Kesehatan memuat keharusan untuk membentuk PP terkait lima hal, yakni tentang tata penetapan dan pencabutan status kedaruratan masyarakat, penanggulangan kedaruratan masyarakat, pelaksanaan karantina wilayah di pintu masuk, tata cara pengenaan sanksi administratif bagi nakhoda, kapten penerbang dan pengemudi, dan kriteria dan pelaksanaan karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit dan pembatasan sosial berskala besar.

Berikutnya, Isnur menyinggung tentang Penanggulangan Kedaruratan kesehatan masyarakat yang juga hingga kina belum dibuat Peraturan Pemerintahnya. Isnur ketiadaan PP ini menyebakan kekacuan koordinasi yang terjadi saat ini. Dirinya pun membandingkan dengan UU Penanggulangan Bencana di mana terdapat PP tentang bagaimana menanggulangi bencana.

"Makanya jelas bagaimana saat bencana alam itu kejadian, belajar dari Tsunami Aceh, penanganannya jelas. Komandonya di siapa, kewenangannya apa itu jelas." jelas Isnur.

Selain itu, Isnur turut menyinggung tentang presiden Joko Widodo yang menetapkan Status Bencana Non-Alam pada 13 April 2020 lalu. Ia menjelaskan bahwa bencana non-alam belum ada tata cara penanggulangannya dalam undang-undang.

"Jadi kalau kita lihat bagaimana sekarang ini tiba-tiba Mendahri buat instruksi tentang PPKM Darurat, itu tidak jelas bagaimana penanggulangannya. Tiba-tiba Budi Gunadi Sadikin bercerita dia sebagai Satgas PEN menagani soal pembantuan untuk korporasi. Jadi gak ada PP-nya. Kita gak jelas dasar hukum penanggulangannya amburadul." ujar Isnur.

619