Home Ekonomi PT OKI Pulp & Paper Ingin Tambah Produksi, Walhi Angkat Tanda Bahaya

PT OKI Pulp & Paper Ingin Tambah Produksi, Walhi Angkat Tanda Bahaya

Palembang, Gatra.com – Komisi Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (Andal) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel), mengungkapkan bahayanya jika pemerintah mengakomodir izin Adendum Andal yang diajukan PT OKI Pulp and Paper.

Direktur Walhi Sumsel, Muhammad Hairul Sobri menyebut, PT OKI Pulp and Paper yang berada di desa Bukit Batu dan Desa Jadi Mulya, Kecamtan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, berencana meningkatkan produksi meliputi mechanical pulp 700.000 ton/tahun, kraft pulp dari 2,8 juta ton/tahun menjadi 7 juta ton/tahun, tissue dari 500.000 ton/tahun menjadi 2 juta ton/tahun, produksi Ivory Paper 1,2 juta ton/tahun, produksi printing/writing paper 1,2 ton/tahun.

“Masih dalam ingatan pada tahun 2013, berbarengan dengan rencana pembangunan pabrik PT OKI Pulp and Paper, Asia Pulp and Paper (APP) menjanjikan Kebijakan Konservasi Hutan. Persoalan lingkungan silih berganti, dforestasi, pencemaran lingkungan hingga hilangnya fungsi serapan gambut di daerah ini,” katanya, Senin (5/7).

Menurut Eep (biasa disapa), analisis yang dilakukan terhadap berkas Andal dengan ketebalan mencapai kurang lebih 1500 halaman bahwa kapasitas produksi 2,8 ton/tahun, kebutuhan kayu mencapai 13,2 juta meter kubik pertahun. Sementara PT OKI Pulp hanya beroperasi 80% dari kapasitas tersedia.

“Dengan rencana peningkatan kapasitas produksi pulp menjadi 7 juta ton/tahun, dan pulp mekanik 700.000 ton/tahun, maka kebutuhan kayu diperkirakan mencapai 31,6 juta meter kubik/tahun. Artinya akan banyak butuh lahan untuk memenuhi capaian yang ditargetkan,” katanya.

Lebih jauh Eep menyampaikan bahwa fakta-fakta pelanggaran komitmen awal berdiri, alih-alih membenahi usahanya, APP justru kembali meningkatkan risiko kerusakan lingkungan dan kebakaran yang disebabkan oleh pengolahan pulp dan konsesi hutan tanamannya dengan mengusulkan rencana pengembangan kapasitas pabrik PT OKI Pulp hingga hampir tiga kali lipat.

Pada dokumen Andal 2021 itu menyebutkan rencana pemasok utama sekaligus yang eksisting saat ini sebagai pemasok ada 12 perusahaan hutan tanaman dengan luas total tanamannya saat ini sekitar 786.277 Ha dari 1.177.727 Ha luas konsesinya. Estimasi produksi/tahun dari 12 perusahaan ini diperkirakan dapat mencapai 15.7 juta meter kubik/tahun.

“Sehingga jika rencana peningkatan kapasitas produksi ini direalisasikan, ada selisih kebutuhan kayu yang tidak dapat dipenuhi sekitar 16 juta meter kubik/tahun. Kinerja konsesi hutan tanaman APP sendiri tidak meyakinkan untuk mampu menyediakan serat kayu yang dibutuhkan. Apalagi APP sendiri harus menyuplai dua pabrik lainnya, yaitu Lontar Papyrus dan Indah Kiat,” ucapnya.

Masih kata Direktur Walhi Sumsel, PT OKI Pulp juga seakan berupaya memanfaatkan tax holiday yang diberikan pemerintah, di mana sejak Andal disetujui selama 10 tahun, maka terbebas dari pajak. Sementara, kerusakan yang ditimbulkan dan ditanggung oleh pemerintah tidak sebanding dengan kontribusi kepada negara.

“Di mana nilai plus yang digaungkan soal investasi. Negara dan rakyat justru harus menanggung kerugian teramat besar,” katanya.

Sementara, Tim Analis Walhi Sumsel, Yogi Suryo Prayoga menambahkan, rencana peningkatan produksi PT OKI Pulp tidak terukur dan tanpa perencanaan yang matang dengan tidak memerhatikan kapasitas produksi kayu itu sendiri.

Rencana peningkatan kapasitas yang terkesan terburu-buru tersebut berindikasi akan adanya upaya ekspansi hutan tanaman dengan luas sekitar 2 juta ha yang berpotensi semakin massifnya deforestasi, konflik sumber daya alam (SDA), dan perampasan lahan demi pemenuhan kebutuhan kayu PT OKI Pulp.

“Dampak lingkungan dari pabrik pulp itu, bukan hanya berada di sekitar pabrik itu sendiri. Perluasan kapasitas pabrik pulp akan meminta banyak hal dari banyak tempat. Hutan dan gambut tidak dapat terbakar tiba-tiba, tapi risiko terbakarnya gambut meningkat drastis ketika gambut dikeringkan untuk kebutuhan memenuhi bahan baku kayu dalam jumlah besar lahan,” timpalnya.

Yogi menyebut, saat ini saja, setidaknya dari 7 konsesi yang memasok pabrik PT OKI Pulp memiliki luasan lahan gambut mencapai 61 persen. Kerentanan ini terlihat dari 7 konsesi pemasok, semua mengalami kebakaran pada tahun 2015 dan tahun 2019.

“Risiko kebakaran ini akan tetap ada dan mungkin bahkan bertambah apabila kemudian APP menambah luas lahan tanamannya dengan cara melakukan deforestasi dan mengeringkan lahan gambut di berbagai tempat lain,” tandasnya.

2981