Jakarta, Gatra.com – Tiga pemohon mempraperadilankan Kejaksaan Agung (Kejagung) soal penyitaan sejumlah aset di Sukoharjo, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di antaranya Hotel Brothers Inn. Aset-aset tersebut disita dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri.
Kuasa hukum Jimmy Tjokrosaputro, Kari Manyaru, dan Fransisco Budi Handoko, Fajar Gora, di Jakarta, Jumat (2/6), menyampaikan, gugatan praperadilan kliennya Nomor 66/ Pid.Prap / 2021/PN.Jkt.Sel diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 14 Juni 2021.
Kari Manyaru selaku pemohon I, Direktur PT Graha Yogya Babarsari, Fransisco Budi Handoko II; dan Jimmy Tjokrosaputro III mengajukan gugatan praperadilan karena hotel di Sukoharjo dan DIY yang disita tidak terkait kasus Jiwasraya dan Asabri.
PN Jaksel menggelar sidang perdana praperadilan pada hari ini. Hakim tunggal Akhmad Sahyuti didampingi Panitera M Hoesna terpaksa menunda sidang karena Kejaksaan Agung (Kejagung) selaku termohon tidak hadir di ruang sidang.
Fajar mengungkapkan, hakim sempat menanyakan apakah pemohon menjadi terdakwa dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya atau tersangka dalam kasus PT Asabri. "Tidak [tersangkut perkara], makanya kami menggunggat penyitaan tersebut," katanya.
Fajar menjelaskan bawa aset-aset milik kliennya yang disita berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah dan DIY. Adapun aset yang disita adalah 1 bidang tanah dan atau bangunan sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1286 seluas 462 meter persegi yang tertelak di Desa Gedangan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, dengan pemegang hak atas nama PT Graha Solo Dlopo.
Menurut Fajar, di atas tanah tersebut terdapat. Hotel Brothers Inn. Selain itu, ikut juga disita 5 sertifikat lain di lokasi yang sama. Kelima sertifikat itu, yakni 1 bidang tanah dan atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1287 seluas 176 meter persegi, 1 bidang tanah dan atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1294 seluas 90 meter persegi.
Selanjutnya, 1 bidang tanah dan atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1296 seluas 90 meter persegi, 1 bidang tanah dan atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1297 seluas 108 meter persegi, dan 1 bidang tanah dan atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1298 seluas 144 meter persegi yang kesemuanya atas nama PT Graha Solo Dlopo.
Adapun aset di DIY yang disita Kejagung yakni 1 bidang tanah dan atau bangunan sesuai Sertifikat Hak Milik No. 8893, seluas 488 meter persegi. Tanah ini terletak di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Pemegang haknya atas nama Jimmy Tjokrosaputro.
Fajar mengatakan bahwa penyidik Kejagung telah menyalahgunakan wewenang dalam penyitaan aset-aset milik Jimmy Tjokrosaputro, berupa tanah dan bangunan hotel di Sukoharjo dan Yogyakarta tersebut.
"Di bidang tanah tempat berdiri hotel itu tidak terkait Benny Tjokrosaputro, juga tidak ada bukti kedua hotel itu digunakan untuk kejahatan perkara Asabri dan juga bukan hasil dugaan kejahatan terkait perkara Asabri yang saat ini disidik Kejaksaan," ujarnya.
Menurutnya, aset tersebut tidak terkait kasus Jiwasraya maupun Asabri karena kepemilikan Jimmy terhadap dua objek sitaan Kejaksaan itu sudah di tangan Jimmy jauh sebelum terjadinya peristiwa pidana (tempus delicti) perkara Asabri.
Meskipun penyidik mempunyai kewenangan untuk melakukan penyitaan dalam penyidikan suatu perkara, lanjut Gora, namun tetap harus mengikuti rambu-rambu hukum yang diatur dalam Pasal 38, 39, 40, 41, 75, 128, dan 129 KUHAP.
"Ada kewajiban penyidik untuk memverifikasi aset sebelum dilakukan penyitaan. Apabila tidak ada kaitannya dengan perkara pidana yang disangkakan, maka akan dikembalikan kepada pemilik sahnya," kata Gora.
Selain itu, lanjut Gora, dalam melakukan penyitaan seharusnya penyidik mengikuti Peraturan Jaksa Agung yang mengharuskan penyidik ketika melakukan penyitaan melakukan dokumentasi melalui kamera video dan kemudian membuat berita acara penyitaan.
"Dalam penyitaan kedua hotel itu penyidik tidak melakukan perekaman video dan tidak membuat berita acara penyitaan. Ini termasuk penyalahgunaan wewenang atau abuse of power," ujarnya.