Home Ekonomi Bukan Durian Runtuh, Anggaran Desa Harus Ikut Direncanakan Warga

Bukan Durian Runtuh, Anggaran Desa Harus Ikut Direncanakan Warga

Bantul, Gatra.com - Pemerintah terus memberi perhatian terhadap desa melalui sejumlah alokasi dana. Tak ingin hanya menunggu durian runtuh, warga di dua kalurahan di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, turut serta dalam perencanaan anggaran agar merasakan langsung dampaknya.

Deru mesin jahit terdengar dari sudut ruang di kompleks Balai Kalurahan Bawuran, Pleret, Bantul, Jumat (18/6) pagi. Sambil mengayuhkan kaki untuk menggerakkan mesin jahit itu, sejumlah ibu-ibu serius mengerjakan aneka jahitan, dari tas, masker, hingga berbagai hiasan kain. Dari balik masker mereka, sesekali terdengar tawa dan obrolan sehari-hari dari mereka.

Nunik Kristiana (40) mengikuti pelatihan itu sambil sesekali berkeliling mengecek hasil kerja ibu-ibu yang lain. "Dari pagi sampai siang, Senin-Jumat, selama 20 hari ini, kami pelatihan menjahit untuk ibu-ibu pekerja rumahan," kata dia kepada Gatra.com.

Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan warga itu mendapat alokasi dana dari pihak desa. Namun alokasi itu bukan bak durian runtuh dari langit, melainkan harus diupayakan sejak perencanaan anggaran kalurahan.

Seperti dana pelatihan menjahit itu, menurut Nunik, diperoleh karena sejumlah warga perempuan terlibat dalam perencaaan anggaran Kalurahan Bawuran.

Selama ini, Nunik dan 35 perempuan di Bawuran aktif di Serikat Perempuan Pekerja Rumahan (SPPR) 'Bunda Mandiri', organisasi perempuan pekerja dari rumah yang telah terdata resmi sejak 2016. "Kami ngambil kerjaan seperti jahitan-jahitan ini dari juragan. Jadi bisa disambi sambil momong anak," katanya.

Berbagai kegiatan mereka semula digelar secara mandiri dan atas biaya mandiri. Namun, pada 2018 Nunik mengikuti musyawarah dusun atau musdus untuk menyerap aspirasi warga. "Saya usul ada uang konsumsi untuk kegiatan ibu-ibu," ujarnya.

Usulan Nunik diterima di musdus hingga kemudian ditindaklanjuti di musyawarah desa (musdes) yang kini dikenal sebagai musyawarah kalurahan (muskal)--mengikuti nomenklatur baru di DIY. "Alhamdulillah, disetujui mendapat Rp5 juta dari dana desa," katanya.

Nah, sejak itu, Nunik dan ibu-ibu Bawuran aktif mengikuti forum aspirasi pembangunan lewat musdus dan muskal itu. Melalui forum-forum ini, mereka bisa mengusulkan sejumlah program pelatihan demi peningkatan kualitas SDM seperti pelatihan menjahit tersebut.

Pelatihan itu diajukan lewat proposal di luar program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) yang diikuti SPPR dan tiga komunitas perempuan lain. Tahun ini, program ini menerima Rp20 juta untuk berbagai program.

"Tahun lalu usulan kami tidak cair karena dialihkan ke Covid-19. Mulai tahun ini kami mengajukan usulan lagi," ujarnya.

Nunik makin terlibat dalam perencanaan anggaran desa setelah mengikuti pelatihan bersama IDEA Yogyakarta, lembaga pemantau anggaran publik. Selama tiga hari, warga diajak berdiskusi mengenai anggaran desa dan keterlibatan warga dalam proses penganggarannya.

"Masyarakat selama ini enggak tahu bahwa setiap kegiatan warga, seperti posyandu, PAUD, bahkan warga disabilitas, ada jatahnya sendiri-sendiri," katanya.

Bukan hanya di Kalurahan Bawuran, pelatihan warga dalam perencanaan anggaran desa juga digelar di Kalurahan Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Astati Budiyasih (54), salah satu peserta pelatihan dari kalurahan itu, mengakui terbantu dengan pelatihan itu.

"Saya jadi bisa ngecek anggaran desa dan untuk apa saja setelah diusulkan lewat musdus dan muskal," ujar kader perempuan sejak 1992 itu.

Lurah Bawuran, Supardiyono, menjelaskan anggaran kalurahan mulai diusulkan lewat musdus di tujuh dusun di Bawuran tiap pertengahan tahun. Usulan tiap dusun lalu dibawa ke muskal.

"Setelah mendapat persetujuan forum, penganggaran itu dituangkan jadi APBKal," kata Supardiyono yang menjabat lurah sejak Januari 2021

Dalam tiap musdus dan muskal, sejumlah tokoh dan perwakilan warga berpartisipasi. "Semua ada dari RT, ketua pemuda, sampai kelompok wanita," kata mantan ketua karang taruna dan kampung siaga bencana Bawuran ini.

Dalam forum itu, berbagai usulan dari masyarakat bsa disampaikan. Bahkan usulan dari warga yang tak diundang, tak tertampung di musdus, atau usulan tahun sebelumnya yang penting tapi belum terwujud, bisa ditindakalnjuti. "Kami juga ada medsos. Instagram selalu aktif untuk menampung aspirasi warga," tuturnya.

Supardiyono mengakui sebagian besar usulan merupakan pembangunan fisik. Namun menurut dia, sejak ada refocusing Covid-19 dan program pembangunan berkelanjutan (SDG's), telah disampaikan bahwa usulan bisa juga untuk non-fisik.

"Silakan usulkan kegiatan kelembagaan dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas warga," kata dia.

Apalagi alokasi anggaran untuk desa terus bertambah. Tahun ini misalnya, Bawuran menerima dana desa Rp1,4 miliar dan alokasi dana desa Rp1,2 miliar. Selain itu, sebagai program Pemkab Bantul, tiap padukuhan bakal menerima Rp50 juta.

"Karena pembangunan fisik bisa melalui alokasi dana dari DPRD atau Kementerian PU, harapan saya dana desa tidak hanya untuk pembangunan fisik," ujarnya.

Melalui perencanaan penganggaran bersama warga, lurah muda ini bahkan tengah menggagas sistem pengelolaan sampah lantaran Bawuran dekat dengan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu DIY di Piyungan.

"Sampah plastik itu akan kami olah jadi bahan daur ulang seperti pengganti keramik, sehingga juga bisa jadi tempat wisata dan edukasi," paparnya.

Peneliti IDEA Yogyakarta Ferina Anistya menjelaskan perencanaan anggaran bersama warga merupakan bentuk keterbukaan pemerintah desa. "Kalau ada akses, warga bisa ikut mengusulkan program yang berdampak bagi mereka," ujarnya.

Dalam pelatihan, warga diajak untuk memahami peran mereka yang tak sekadar menanti durian runtuh dalam perencanaan anggaran. Sebagai pembayar pajak, mereka diajak untuk terlibat hingga membaca dokumen anggaran desa, bahkan mengusulkan program yang tepat.

Alhasil, mereka paham bahwa pajak yang mereka bayarkan terasa manfaatnya secara langsung. "Dengan begitu, warga bisa terlibat, mengusulkan, mengawal anggaran, bahkan mengauditnya. Tapi untuk sampai ke monitoring oleh warga memang butuh proses," kata dia.

Yang jelas, lewat keterlibatan dalam perencanaan, warga penerima manfaat dana pemerintah akan lebih banyak dengan dampak lebih besar, seperti untuk peningkatan kapasitas bagi perempuan warga Bawuran.

Menurut Ferina, pemerintah desa pun tak keberatan saat warganya berpartisipasi dalam rencana penganggaran. "Selama ini pemdes cukup terbuka dan menerima program ini, seperti menjadi narasumber dan membuka perencanaan anggaran desa," tuturnya.

169