Home Ekonomi Masyarakat Hukum Adat Perjuangkan Pancung Alas di Blok Rokan

Masyarakat Hukum Adat Perjuangkan Pancung Alas di Blok Rokan

Pekanbaru,Gatra.com – Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang berada di wilayah kerja Blok Rokan menyampaikan pernyataan sikap (warkah amaran) terkait tanah ulayat dan penerapan pancung alas di area kerja Blok Rokan. Pernyataan itu diutarkan kepada Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Kamis (1/7). 

Menurut Ketua Dewan Pengurus Harian (DPH) LAMR, Datuk Syahril Abubakar, dalam ketentuan adat, tanah ulayat boleh dipakai dan dikelola, namun ada ketentuan bagi hasil atau pancung alas. 

Syahril memberi contoh penerapan tersebut pada zaman kolonial. Menurutnya, penjajah Belanda ketika memberikan pancung alas kepada masyarakat adat saat menggarap tanah ulayat. 

"Di Pasir Pengaraian, Kabupaten Rokan Hulu, hampir 20% pajak getah atau hasil alam yang diambil diberikan kepada masyarakat tempatan. Hal yang sama juga di Siak mengenal zaman kupon. Nah, setelah PT Caltex Pacific Indonesia (PT CPI) masuk, tidak ada pancung alas yang dibayarkan. Perusahaan minyak ini mengeruk minyak sebanyak lebih kurang 11-12 miliar barel," terangnya di Kota Pekanbaru melalui keterangan tertulis. 

Dikatakan Syahril, andai saja pancung alas diberikan 10% oleh perusahaan minyak itu, maka Riau akan memperoleh banyak uang. 

"Dengan uang tersebut kita bisa menyekolahkan anak dan memajukan kampung halaman dan tidak lagi menjadi penonton," ujarnya. 

Datuk Syahril mengatakan, berdasarkan kesepakatan dengan MHA, pihaknya bakal mengajukan gugatan kepada pihak PT Chevron (penerus PT CPI). Gugatan bakal dilakukan melalui pengadilan dalam negeri ataupun pengadilan luar negeri. 

"Ini yang akan dikerjasamakan dengan tim ahli hukum internasional atau hukum adat, agar pancung alas dapat dibayar oleh Caltex ataupun Chevron sehingga semua bisa diberikan kepada masyarakat adat melalui LAMR," katanya. 

Keempat MHA Wilayah Kerja Blok Rokan Provinsi Riau yang menyampaikan Warkah Amaran tersebut, yaitu MHA Tapung di Kabupaten Kampar, MHA Rantau Kopar di Kabupaten Rokan Hilir, MHA Suku Bonai di Kabupaten Rokan Hulu, dan MHA Datuk Laksamana di Dumai. 

Adapun Warkah Amaran tersebut ditandatangani Drs. Khaidir Muluk, M.Si, Datuk Pucuk Kenegerian Tapung di Kabupaten Kampar; Datuk Bakhtiar, Datuk Pucuk Rantau Kopar di Rokan Hilir; Jondrizal Datuk Majopati dari Suku Bonai di Kabupaten Rokan Hulu, dan Evanda Putra, perwakilan Datuk Laksamana di Dumai.

Sementara itu, Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR, Datuk Seri H. Al azhar, menyampaikan, wilayah operasi Blok Rokan adalah tanah adat sehingga ada penegasan atas hak turun-temurun yang harus dihormati siapa pun, khususnya PT CPI yang sudah hampir seabad mengelola Blok Rokan. Pun begitu dengan Pertamina yang akan mengelolah Blok Rokan mulai 9 Agustus 2021 nanti.

Menurut Datuk Seri Al azhar, pancung alas merupakan bagi hasil dalam persentase tertentu yang menjadi kewajiban pengelola tanah adat yang digunakan untuk kesejahteraan komunal yang diatur oleh ketentuan-ketentuan adat setempat. 

Pemberian pancung alas adalah suatu keniscayaan bagi pengelola tanah adat, dan merupakan bentuk implementasi amanat konstitusi Indonesia maupun Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Hak-hak Masyarakat Adat  yang disahkan Majelis Umum PBB dalam sesi ke-61 di Markas PBB, New York, pada Kamis, 13 September 2007. Regulasi itu sudah diratifikasi Indonesia. 

"Bagi masyarakat adat, perjuangan memperoleh pancung alas atas pengelolaan Blok Rokan merupakan persoalan marwah, yang untuk menegakkannya apapun siap untuk dipertaruhkan," ujar Datuk Seri Al azhar. 

1125