Jakarta, Gatra.com- Tahun 2035 Indonesia akan mencapai puncak bonus demografi. Jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih banyak dari penduduk usia non-produktif. Bonus demografi sudah hampir di depan mata. Namun, masih ada tantangan pembangunan manusia yang harus dihadapi. Salah satunya adalah masalah gagal tumbuh pada anak atau stunting atau kerdil/tengkes.
Saat ini, berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, angka kasus stunting di Indonesia masih cukup tinggi, yakni 27,67 persen. Presiden RI Joko Widodo memiliki target optimistis untuk menargetkan penurunan stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024. Butuh kerja keras untuk bisa mencapai target tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, untuk menciptakan generasi bonus demografi yang berkualitas, maka masalah stunting harus bisa ditekan.
Muhadjir menerangkan, saat ini pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk mencapai mulai dari intervensi sejak sebelum pernikahan melalui bimbingan perkawinan, serta program pendampingan gizi pada ibu dan anak melalui posyandu. Namun, menurutnya, peran keluarga menjadi kunci dalam upaya mempercepat penurunan stunting. Dia mengatakan, keluarga sebagai unit sosial terkecil menjadi penentu kualitas hidup suatu negara.
"Karena itu, keluarga memiliki peran penting dalam pencegahan stunting untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas," ujarnya pada 'Seminar Nasional Pencegahan Stunting Keluarga Muslim Sehat Generasi Kuat Sejahtera' yang diselenggarakan oleh Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (KPRK-MUI), secara daring, pada Rabu (30/6).
Acara itu turut dihadiri oleh Menteri PPPA Bintang Puspayoga, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Wakil Ketua MUI Pusat Kiai Haji Marsyudi Suhud, dan Ketua Komisi Perempuan Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (KPRK-MUI) Siti Ma'rifah. Menko PMK mengatakan, seluruh anggota keluarga perlu terlibat dalam mencegah stunting. Pencegahan stunting harus dimulai dengan pemenuhan gizi yang baik pada anak, serta dukungan moril dan pengetahuan yang baik soal kesehatan. "Keluarga mencakup suami, istri, dan anak, harus dapat memenuhi kebutuhannya dalam aspek keagamaan, ketahanan fisik, dan juga kesehatan," tuturnya.
Selain itu, menurut Menko PMK, organisasi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga bisa terlibat dalam pembangunan SDM melalui program-program yang dapat mendukung pemerintah mewujudkan bonus demografi yang berkualitas. "Majelis ulama bisa terlibat mulai dari masa prenatal, PAUD, kemudian juga pendidikan dasar, lanjutan, bahkan juga bisa terlibat dalam urusan ketenagakerjaan," terangnya.
"Tentu saja kami juga akan sangat senang sekali kalau majelis ulama programnya nanti bisa diformulasikan sedemikian rupa sehingga terjadi koherensi atau hubungan tali menali yang baik antara program-program pemerintah yang ada di bawah Kemenko PMK dengan program-program yang diselenggarakan oleh majelis ulama," tandasnya.