Purworejo, Gatra.com - Pernyataan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo yang akan menerapkan lockdown bagi sekitar 7.000 RT di Jateng dinilai masih bias. Wakil Ketua Komisi C DPRD Jateng, Sriyanto Saputro, meminta agar kebijakan tersebut disertai dengan detil langkah-langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah, bukan sekadar wacana apalagi pencitraan.
"Segala upaya untuk menekan Covid-19 di Jateng tentunya kita dukung, namun terhadap kebijakan lockdown 7.000 RT kalau tidak jelas arahnya hanya akan menimbulkan kebingungan di masyarakat," kata Sriyanto dalam rilis medianya, Rabu (30/6).
Seperti diketahui, saat ini dari 35 kabupaten/kota di Jateng, 25 di antaranya masuk zona merah. Hanya tersisa 10 daerah yang tidak masuk kategori zona merah yakni Kota Tegal, Banyumas, Purbalingga, Wonosobo, Temanggung, Kota Magelang, Salatiga, Solo, Boyolali dan Klaten. Atas rencana lockdown mikro tingkat RT, kata Sriyanto, saat ini justru menimbulkan banyak pertanyaan di tingkat bawah. Ini karena jumlah RT yang sangat banyak, ditambah belum adanya panduan jelas.
"Istilah lockdown kan sudah begitu banyak dikenal masyarakat. Nah jika diterapkan, yang ada di benak masyarakat akan ada kompensasi dari pemerintah guna menanggung segala kebutuhan hidupnya. Padahal kebijakan ini belum jelas," tegas politisi Partai Gerindra itu. Faktanya, lanjut dia, belakangan ini setiap lingkungan jika ada keluarga yang dinyatakan positif, kebanyakan semua kebutuhan khususnya keperluan makan-minum ditanggung tetangga lewat program Jogo Tonggo dan tidak ada bantuan dari pemerintah.
"Dengan adanya refocusing anggaran, maka jika benar-benar ada lockdown bagi 7.000 RT maka anggaran harus dikucurkan," katanya. Ditambahkan, pada Tahun 2020, Pemrov Jateng merefocusing APBD hingga Rp2 triliun lebih, tahun ini dilakukan hal yang sama namun nominalnya belum terpublikasikan.
Sriyanto yang juga Sekretaris DPD Gerindra Jateng itu juga menyesalkan kurangnya antisipasi sehingga yang semula hanya kisaran 7 daerah dampak dari meledaknya Covid-19 di Kudus, namun dalam waktu singkat meluas hingga 25 kabupaten/kota yang masuk zona merah. Terhadap kondisi ini, dia meminta agar koordinasi antar instansi yang dikendalikan oleh Gugus Tugas Covid-19 dilakukan lebih rapi lagi.
Di sisi lain, mantan Ketua PWI Jateng itu mempertanyakan standar penetapan seseorang dinyatakan positif Covid-19 atau tidak. Meledaknya angka covid 19 saat ini diduga karena indikator penetapannya hanya berdasarkan tes rapid antigen, bukan PCR. Padahal orang yang positif saat rapid antigen, saat tes swab PCR belum tentu positif. Karena itulah pihaknya meminta standar ini diperjelas lagi.