Jakarta, Gatra.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat jumlah kasus stunting atau gagal tumbuh di Indonesia sebanyak 27,67 persen pada 2019. Angka ini telah mengalami perbaikan karena di tahun 2013 jumlahnya bahkan mencapai 37,8 persen.
Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kemen PPPA, Vennetia R. Danes menuturkan pencegahan stunting dapat diupayakan melalui pengasuhan dan pemberian gizi yang optimal pada periode emas. Karena itu, tumbuh kembang anak harus menjadi perhatian bersama.
“Khususnya pada periode 0-4 tahun, anak mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik secara fisik, kognitif, maupun sosio-emosional yang akan menjadi pondasi kuat bagi masa depan mereka,” tuturnya dalam webinar daring, Selasa (29/6).
Selain terkait soal kesehatan, menurut Vennetia, permasalahan stunting bisa disebabkan faktor lain seperti isu gender dan anak. Sehingga, perlu ditelusuri potensi keterkaitan antara gender dengan penyebab stunting.
“Apakah terdapat persoalan pada perempuan dalam memperoleh akses? Apakah perempuan dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, pengambilan keputusan, serta menerima manfaat yang setara dan adil?” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Kemasyarakatan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Khotimun Sutanti menjelaskan bahwa penyebab stunting terdiri atas faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung berhubungan dengan asupan gizi dan status kesehatan, sedangkan faktor tidak langsung dapat berupa kesenjangan ekonomi, sosial, hingga pemberdayaan perempuan.
“Saat ini, tanggung jawab gizi dan pengasuhan anak masih dianggap hanya menjadi urusan perempuan, sedangkan laki-laki tidak dilatih untuk memahami. Masalah tersebut berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak, karena para ayah menjadi tidak memahami dan merasa pengasuhan anak bukan menjadi bagian dari tanggung jawabnya,” katanya.