Home Ekonomi Investigasi DFW: 35 ABK WNI Meninggal di Kapal Ikan Asing

Investigasi DFW: 35 ABK WNI Meninggal di Kapal Ikan Asing

Jakarta, Gatra.com – Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, mengatakan, hasil investigasi pihknya menunjukkan bahwa sebanyak 35 orang awak kapal perikanan migran Indonesia yang bekerja di kapal ikan luar negeri meninggal dunia pada 2019.

"Dari hasil investigasi kami bahwa dalam periode November 2019-Maret 2021 terdapat 35 orang awak kapal perikanan Indonesia migran yang meninggal di kapal ikan asing," kata Abdi pada Selasa (29/6).

Puluhan pelaut Indonesia di kapal asing itu meninggal dunia karena berbagai sebab, seperti sakit, mengalami tindak kekerasan berupa pemukulan dan penyiksaan, pembunuhan dan karena kondisi kerja, serta makanan dan minuman yang tidak layak selama melakukan operasi penangkapan ikan.

"Dari 35 orang tersebut, 82% bekerja di kapal ikan Tiongkok, 14% kapal ikan Taiwan dan sisanya negara lain, seperti Vanuatu," ungkap Abdi.

Para korban meninggal tersebut diberangkatkan oleh 16 perusahaan perekrut dan penempatan. Ironisnya, dari 16 perusahan, hanya 1 perusahaan yang memiliki SIUPPAK yang diterbitkan oleh Menteri Perhubungan.

"Artinya, mayoritas awak kapal perikanan yang meninggal tersebut berangkat melalui jalur yang tidak resmi atau unprosedural," ujarnya.

Saat ini, perusahaan perekrutan dan penempatan awak kapal perikanan secara resmi harus mengantongi izin SP3MI dari Kementerian Tenaga Kerja, SP2MI dari Badan Perlindungan Perka Migran Indonesia, dan SIUPPAK dari Kementerian Perhubungan.

Menurutnya, walaupun sudah diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, perekrutan dan penempatan awak kapal perikanan masih menyisakan celah dengan maraknya pengiriman unprosedural yang sejauh ini sulit diawasi oleh pemerintah Indonesia.

Sementara itu, peneliti DFW Indonesia Muh Arifuddin, meminta Presiden Jokowi untuk turun tangan membenahi carut marut sistim perekrutan dan penempatan awak kapal perikanan dengan segera mengakhiri dualisme aturan yang ada saat ini.

"Ada konflik regulasi yang saling tumpang tindih antara UU Pelayaran, UU Perseroan Terbatas, dan UU Perlindungan Pekerja Migran yang menyebabkan perekrutan dan pengiriman menjadi multidoors dan kerumitan dalam pengawaan," kata Arif dalam keterangan pers.

Dia mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah turunan UU Nomor 18 Tahun 2017 agar perektrutan dan pengiriman bisa terfokus pada satu pintu.

"Mekanisme multi doors yang berlangsung selama in telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan dengan memanfaatkan keterbatasan kapasitas pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap usaha perekrutan dan penempatan pekerja awak kapal migran Indonesia," ujar Arif.

446