Bantul, Gatra.com - Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, melihat pemerintah menerapkan standar ganda dalam penanganan kasus pidana pelanggaran protokol kesehatan (prokes) selama pandemi Covid-19.
Pandangan ini disampaikan Trisno dengan berkaca pada vonis Habib Rizieq Syihab yang pekan lalu dihukum empat tahun penjara atas pelanggaran prokes.
"Apa yang dikenakan kepada Habib Rizieq adalah pilihan yang diambil secara sadar oleh penguasa yang tentunya hal ini juga akan dapat berlaku kepada siapapun," tuturnya via pesan kepada Gatra.com, Selasa (29/6).
Baginya, pilihan menggunakan ketentuan pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 1946 dalam vonis Rizieq menunjukkan penegak hukum mencari jalan untuk mengenakan sanksi yang tinggi.
Sedangkan pada banyak kasus pelanggaran prokes lain, Trisno menyatakan tidak melihat ada tindak lanjut dengan hukum yang sama. Dengan begitu, keputusan itu memunculkan kesan diskriminasi karena sanksi pidana harus berlaku umum.
"Tampaknya memang pemerintah tidak memiliki kemampuan mengendalikan persoalan prokes yang ada. Sehingga muncul sanksi yang berbeda-beda," jelasnya.
Dia lantas mencontohkan pelanggaran pidana prokes di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, yang hanya dijatuhi hukuman pidana percobaan. Ada lagi kasus pelanggaran prokes oleh aparat kepolisian di Jambi yang sanksi pidananya tidak disampaikan secara terbuka.
Trisno menegaskan bila pemerintah ingin menegakkan sanksi atas pelanggaran prokes dengan pasal KUHP, maka terhadap kasus-kasus yang sama, termasuk saat pelaku dari pejabat pemerintah dari tingkat desa sampai pusat, juga harus diproses pidana.
"Kalau semua mau diterapkan (sanksi) administrasi, terapkanlah. Jangan hanya memberhentikan, seperti Direktur Kimia Farma, tanpa diteruskan ke pengadilan pidana," kata dia menyinggung kasus alat tes Covid-19 bekas oleh BUMN tersebut.
Menurutnya, dengan berbagai tindakan atas pelanggaran prokes itu, pemerintah tidak menerapkan hukum secara tepat, yakni dalam penerapan hukum pidana atau sanksi administrasi. "Sikap menerapkan standar ganda ini menjadikan penegakan hukum kita tidak jelas arahnya," jelasnya.