Semarang, Gatra.com- Kemacetan lalu lintas di enam kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, dan Makassar menyebabkan kerugian ekonomi senilai Rp77 triliun per tahun.
Menurut pengamat transportasi Universitas Katolik (Unika) Soegiyapranata Semarang, Djoko Setijowarno khusus untuk Jakarta kerugian ekonomi akibat kemacetan mencapai Rp65 triliun per tahun. “Sedangkan untuk di lima kota besar lainnya, Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, dan Makassar kerugian ekonomi mencapai Rp12 triliun per tahun,” katanya, Senin (28/6).
Guna mengatasi kemacetan lalu lintas ini, lanjut Djoko pemerintah perlu segera mengimlementasikan transportasi umum massal perkotaan di seluruh Indonesia. Untuk mengimplementasi pengembangan angkutan umum massal perkotaan tersebut diperlukan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) terkait Pembangunan Sistem Angkutan Umum Massal Perkotaan.
Perpres antara lain mengatur kebijakan mobilitas perkotaan dan pengembangan kelembagaan serta dukungan fiskal, termasuk kriteria untuk dapat memperoleh dukungan kelembagaan otoritas transportasi kawasan metropolitan, ruang lingkup, skema, serta bentuk dukungan pendanaan pemerintah pusat dan tanggung jawab Pemerintah Daerah. “Menurut Badan Perencaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ada tujuh alasan perlu diterbitkan Perpres tentang Pembangunan Sistem Angkutan Umum Massal Perkotaan,” ujar Djoko.
Alasan itu antara lain, biaya awal pembangunan angkutan umum massal perkotaan sangat besar dan biasanya juga tidak menghasilkan pendapatan yang cukup untuk biaya operasi serta perawatan.
Diperlukan Peraturan Presiden yang memungkinkan pemerintah pusat mendukung biaya investasi awal yang diperlukan. Tanggung jawab Pemda berupa menanggung sebagian investasi awal, kekurangan biaya operasi dan perawatan serta menjamin terjadinya integrasi layanan antar moda dan antar wilayah kota metropolitan. “Investasi pemerintah untuk biaya modal dan biaya operasi angkutan umum dilakukan banyak negara yang mempunyai alasan kuat untuk proyek-proyek penghasilkan keuntungan sosial-ekonomi besar,” katanya.
Djoko menambahkan program angkutan umum massal yang ada saat ini sejumlah kota besar, seperti BRT Trans di Kota Semarang dan belum optimal mengurangi kemacetan lalu lintas karena pemerintah daerah baru sebatas menyediakan sarana transporasi umum. “Karena dari dua macam strategy push and pull, saat ini baru sebatas pull strategy, sedangkan push strategy belum dijalankan pemerintah daerah,” ujarnya.
Pemerintah Daerah diharapkan melakukan push strategy seperti pembatasan ruang (ganjil genap) atau kebijakan lain yang berpihak ke angkutan umum. “Tahapan implementasi transportasi umum massal perkotaan sudah dimulai pada 2020 di lima kota, yaitu Medan, Palembang, Yogyakarta, Solo, dan Denpasar, Pada tahun ini akan diimplementasikan di enam kota, yaitu Bogor, Banjarmasin, Purwokerto, Makassar, Bandung, dan Surabaya,” ujar Djoko.