Jakarta, Gatra.com – Studi in vitro memperlihatkan kemampuan Ivermectin dalam menghambat replikasi berbagai virus. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Caly dan kawan-kawan di tahun 2020, yang menunjukkan Ivermectin dapat menghambat replikasi SARS-CoV-2 atau Covid-19.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Tim Peneliti Uji Klinis Ivermectin di Indonesia, Budhi Antariksa, dalam konferensi pers virtual mengenai "Kisah Sukses Ivermectin di Berbagai Negara sebagai Obat Pencegahan dan Terapi Melawan Covid-19", yang digelar pada Senin (28/6).
"Jadi, pada saat dia [Covid-19] dihambat replikasinya, maka virus tersebut tidak akan bisa melakukan pembelahan diri. Sehingga, jumlahnya juga tidak akan bertambah di dalam tubuh kita," ungkapnya.
Budhi menyebut bahwa virus itu sifatnya adalah parasit. Jika di udara atau di luar ruangan tak akan bisa hidup. Virus harus memiliki inang yang ditempatinya dan di sanalah akan dapat melakukan perkembangbiakan.
Untuk diketahui, tuturnya, Ivermectin pertama kali ditemukan pada tahun 1975 silam. Awalnya, digunakan dalam praktik kedokteran di tahun 1981 dan disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat sebagai antiparasit atau cacing untuk manusia. Kemudian, aktivitas antivirus, dalam hal ini yaitu virus dengue, influenza, HIV pada kultur sel (in vitro).
"Dan juga obat ini [Ivermectin] amat mudah, karena obat ini hanya diminum [obat oral], tidak disuntikan," ujar Budhi.
Ivermectin juga berperan sebagai antiinflamasi, atau sebuah kemampuan untuk antiperadangan dan juga dapat mencegah produksi dari Sitokin. Sitokin adalah zat-zat peradangan yang juga menjadikan masalah pada saat ia masuk ke dalam tubuh dan beredar di dalam darah. Ivermectin pun bisa mengurangi suatu proses dari inflamasi dalam tubuh atau peradangan dalam tubuh (mediator inflamasi).