Jakarta, Gatra.com– Wakil Rektor Bidang Sumberdaya Universitas Paramadina, Handi Risza, mengungkapkan kerusakan lingkungan akibat eksploitasi kekayaan tambang Indonesia dilakukan tanpa pernah memikirkan aspek perbaikan lingkungan. Hal itu menjadi salah satu sebab mengapa negara ini tidak bisa melepaskan diri atau bergantung dari hasil komoditas Sumber Daya Alam (SDA).
“Akibat perekonomian yang terlalu bergantung pada komoditas, maka tidak pernah bisa leading menuju industrialisasi pengolahan yang berbasis pada nilai tambah produk SDA,” katanya, via Zoom dalam webinar bertajuk “Siaga Satu Lingkungan Hidup Indonesia: Solusi Green Economy”, yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Paramadina pada Sabtu, (26/6).
Handi juga mengatakan, karena tidak terlalu aware dengan keberadaan lingkungan, maka akibatnya terjadi kerusakan hutan primer dengan alih fungsi lahan yang meluas. Pencemaran terjadi di banyak tempat dan terjadi environmental degradation akibat pembangunan yang hanya mengandalkan sektor komoditas SDA.
“Hingga akhirnya Indonesia kini memiliki 10 masalah besar lingkungan dengan problema sampah nasional 67,8 juta ton sampah, yang merupakan masalah terbesar [40%] dan bencana banjir di urutan kedua [20%],” terangnya, sebagaimana dilansir dari keterangan tertulis yang diterima Gatra.com pada Sabtu petang, (26/6).
Untuk mengatasi masalah tersebut, tutur Handi, itu menjadi tugas pemerintah sebagai otoritas yang memiliki kebijakan, modal anggaran, infrastruktur dan birokrasi pemerintahan yang lengkap kiranya sudah harus mulai menata pembangunan yang pro lingkungan dan sustainable. Hal tersebut tentunya harus didukung oleh porsi anggaran pemeliharaan yang pro lingkungan.
“Namun sayangnya, fungsi anggaran lingkungan hidup justru tidak tercantum dalam APBN [Anggaran Pendapatan Belanja Negara] 2021. Padahal dalam APBN 2015-2020 dicantumkan. Secara persentase memang meningkat, tetapi secara nominal angkanya justru terlalu kecil. APBN 2019 mencapai Rp2400 triliun atau rata-rata Rp1500 triliun, tetapi anggaran fungsi lingkungan hidup tercatat hanya Rp 14 triliun,” jelasnya. “Dari angka-angka itu dapat dilihat bagaimana komitmen pemerintah dalam hal kebijakan lingkungan yang masih jauh dari harapan,” tambah Handi.