Jakarta, Gatra.com - Indonesia sebagai negara yang sangat rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim harus secara konsisten mengacu pada program membangun Indonesia hijau. Agenda perubahan iklim harus ditetapkan yakni perlindungan lingkungan hidup dan pengurangan emisi karbon.
Hal itu diungkapkan oleh Associate Professor Ilmu Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM), Poppy Ismalina, via Zoom dalam webinar bertajuk "Siaga Satu Lingkungan Hidup Indonesia: Solusi Green Economy", yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Paramadina pada Sabtu, (26/6).
Ia mengatakan, pilihan strategi untuk menuju ke agenda penyelamatan lingkungan hidup dan emisi karbon terletak pada pilihan strategi serta kebijakan ke depan, dengan menggunakan sektor riil dan sektor jasa keuangan.
Lanjut Poppy, sebuah konsep pemulihan green economy recovery harus dilakukan dengan konsisten beserta implementasi yang sustain. Tujuannya, agar lingkungan hidup tetap terjaga dan tidak hanya memikirkan keuntungan ekonomi semata, tetapi bagaimana dapat meningkatkan keadilan sosial dan peningkatan kualitas hidup.
"Sayangnya, dari aspek budget allocation, program mitigasi lingkungan dan adaptasi masih dianggarkan dengan sangat kecil pada APBN [Anggaran Pendapatan Belanja Negara] 2021-2022. Praktis anggaran tidak mendukung program green economy, yang dapat diartikan belum adanya komitmen pemerintah dalam climate budget tagging," ujarnya, seperti dilansir dari keterangan tertulis yang diperoleh Gatra.com pada Sabtu petang, (26/6).
"Belum lagi inkonsistensi kebijakan lingkungan yang sangat kontradiktif dalam UU Ciptaker [Undang-Undang Cipta Kerja] yang terkesan sangat melindungi pengusaha batubara. Padahal Indonesia masih menempati urutan ke-5 terbesar dunia dalam emisi karbon batubara," imbuh Poppy.