Jakarta, Gatra.com- Sebelum suatu obat beredar di masyarakat luas, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) wajib memastikan bahwa mutu, keamanan, dan khasiat suatu obat telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan untuk diberikan izin edar.
BPOM melakukan pengawasan secara komprehensif dari tahap pre-market (sebelum dipasarkan) hingga post-market (setelah dipasarkan). Sebelum jauh mencapai tahap akhir, yakni beredar di masyarakat luas, suatu obat harus melalui proses registrasi dalam rangka memperoleh izin edar. Hal ini dinamakan juga sebagai tahap pengembangan obat atau bahan obat.
“Mengapa uji klinik harus dilakukan dalam tahap pengembangan suatu obat? Karena memang ini merupakan tahapan penting untuk membuktikan keamanan dan khasiat suatu obat, ya,” ujar Kepala Subdirektorat Penilaian Uji Klinik dan Pemasukan Khusus BPOM, Siti Asfijah Abdoellah, dalam webinar bertajuk SRIKANDI: Sistem Pengolahan Data Uji Klinik yang Lengkap dan Fleksibel yang digelar Jumat, (25/6).
“Data hasil uji klinik ini digunakan sebagai bukti ilmiah sebelum obat beredar dan digunakan oleh masyarakat,” sambung Siti.
Meski demikian, Siti mencatat bahwa ketika pelaksanaanya berlangsung di lapangan, banyak kendala terjadi perihal dokumentasi data. Pencatatan data yang tidak rapi menjadikan pelaksanaan uji klinik obat tersebut bisa dinyatakan gagal. “Salah satu faktor kegagalan dalam uji klinik adalah bahwa data-data uji klinik ini tidak terdokumentasikan dengan baik,” ujar Siti.
“Apabila suatu proses yang telah dilakukan tapi tidak terdokumentasi dengan baik, kita tidak akan menganggap bahwa proses itu telah dilakukan. Jadi, dokumentasi dalam proses pelaksanaan uji klinik adalah hal yang krusial dan merupakan salah satu prinsip dalam kaidah cara uji llinik yang baik,” sambung Siti.
Untuk itulah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai lembaga pemerintah Indonesia berupaya untuk menanggulangi persoalan tersebut dengan meluncurkan sebuah sistem aplikasi berbasis web yang mendukung akuisisi, manajemen, pengolahan/analisis data, monitoring dan audit uji klinis dengan single atau multiple center.
Sistem tersebut dinamakan SRIKANDI (Sistem Rekam Uji Klinis Andalan Indonesia). LIPI baru saja secara resmi meluncurkan sistem tersebut pada hari ini, Jumat, (25/6, secara virtual. Slaah satu fungsi dari sistem tersebut adalah untuk dapat mengelola dan mengakuisisi data uji klinis.
Dengan demikian, pengelolaan data uji klinis suatu obat di BPOM, misalnya, diharapkan bisa tercatat dengan baik. Tujuannya agar dokumentasi data yang buruk bisa terhindarkan sehingga pelaksanaan uji klinis suatu obat tersebut tidak dinyatakan gagal.