Jakarta, Gatra.com – Prof. Dr. Ginandjar Kartasasmita mengatakan bahwa jasa terbesar mendiang BJ. Habibie yang terlupakan orang adalah menyelesaikan krisis ekonomi pada tahun 1998.
Ginandja dalam webinar bertajuk "Masa Depan Demokrasi dan Tekno-Ekonomi di Tengah Pandemi" pada Jumat malam (25/6), menyampaikan, mendiang Persiden Habibie bukan hanya berhasil sebagai teknolog, khususnya di bidang penerbangan.
Ia mengungkapkan, sudah menulis 2 buku yang ada kaitannya dengan almarhum Habibie. Adapun topik yang disampaikan Ginandjar dalam webinar ini, mengenai refleksi penanganan krisis ekonomi 1998 sebagai referensi mengatasi krisis pandemi Covid-19.
"Krisis akibat pandemi Covid-19 sekarang ini merupakan yang pertama kali dihadapi Indonesia sejak merdeka, tetapi dari sisi ekonomi tidak separah krisis ekonomi 1998. Waktu itu, nilai tukar rupiah 2.400 per US$ pada Juni 1997, naik Rp16.000 per US$ pada Juli 1998," ungkapnya.
Sektor perdesaan, justru yang menjadi pendukung perekonomian selama krisis ekonomi 1998. Habibie memita Ginandjar menjadi Menko Perekonomian sekaligus Kepala Bappenas. Ada 5 strategi pemulihan ekonomi yang diambil pada waktu itu (1998–1999).
"Kebijakan pemberian bansos adalah pertama kali diberikan pada masa kepemimpinan Pak Habibie, yang harus memanfaatkan hasil daerah setempat," ungkapnya.
Hasil kebijkan Habibie, lanjut Ginandjar, nampak terlihat dari perubahan positif yang signifikan dari tingkat inflasi bulanan, yang maksimal 12,7% pada Februari 1998, kemudian turun terus sampai di bawah 1%. Tingkat kemiskinan juga memiliki kecenderungan turun.
"Bank Indonesia tidak dibolehkan membantu bank-bank korporasi, seperti kasus BLBI. Krisis ekonomi 1998 ini juga mengubah sistem otoriter menjadi demokrasi dan sistem sentralisis menjadi desentralisasi, dijaminkannya kebebasan pers," ujarnya.
Ginandjar melajutkan, capaiannya terjadi dalam waktu 1,5 tahun kepemimipinan Habibie. Semuanya dilakukan melalui penerbitan undang-undang (UU) sebagai payung hukum. Telah dihasilkan 64 UU di bidang ekonomi, politik, hukum, dan HAM.
"UU Pemilu pada masa Pak Habibie dianggap sangat sukses dan menghasilkan sistem pemilihan pemimpin yang ada saat ini," ujarnya.
Menurut Ginandjar, pandemi Covid-19 ini dapat menjadi momentum untuk melakukan perubahan-perubahan dengan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baru yang sejalan dengan kemajuan teknologi. Pandemi juga menjadi kesempatan meluruskan kembali arah pembangunan bangsa sesuai amanat konstitusi.
Strategi pembangunan masa dan pascapandemi harus bertumpu pada 4 prinisip-prinsip eknomi inklusif, yakni ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru, untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Semua sektor kegiatan ekonomi harus mengacu pada 4 prinsip ini.
Ginandjar menyampaikan, Habibie sangat berjasa di dalam Independensi Bank Indonesia (BI) yang termuat dalam UU BI No. 23 Tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999 yang diundangkan di era dia.
Independensi BI, kata Ginandjar, pada dasarnya adalah sebuah instrumen untuk menjaga demokrasi yang berlandaskan pada pelaksanaan hukum yang adil dan konsisten. Selain itu, independensi BI adalah cara jitu untuk bisa berdisiplin dalam kebijakan fiskal dan moneter.
"Pengalaman dua masa pemerintahan sebelumnya di mana BI merupakan bagian dari pemerintah, terbukti tidak bisa disiplin dalam pelaksanaan anggaran, sehingga menyebabkan inflasi dan ketidakstabilan yang sangat mengganggu," ujarnya.
Ketidakdisplinan dalam kebijakan fiskal dan moneter akan membuat kebijakan ekonomi secara keseluruhan bias ke kota, ke “the haves”, dan membuat jurang kesenjangan pendapatan semakin lebar, seperti yang dirasakan sekarang.
Kesenjangan ini yang kemudian berdampak panjang. Terjadi Kerusakan lingkungan yang sangat merugikan. Demokrasi tak menghasilkan meritokrasi dan demokrasi tersandera oleh oligarki.
Dengan pilar demokrasi lainnya yang dicoba ditegakkan di era kepemimpinan Habibie, seperti kebebasan pers, menunjukkan bahwa Habibie konsisten menjaga independensi BI supaya kebijakan tidak bias kepada orang kaya, dan kebijakan fiskal serta moneter dilakukan secara berdisiplin.
"Indikator utamanya, rupiah menguat dan inflasi cepat reda," ucap Ginandjar.