Denpasar, Gatra.com - Pemilik dan pembuat karya seni saat ini punya pilihan menarik untuk membuat karya yang dimilikinya menjadi aset yang bisa dinilai dan dilacak sejarah ekonomisnya secara digital.
Hal ini terungkap dalam paparan Chief Executive Officer(CEO) Kepeng.io, I Gede Putu Rahman Desyanta, saat pengenalan tentang non-fungible token (NFT) beserta pemanfaatannya di bidang seni yang berbasis teknologi blockchain kepada para seniman arsitektur, ilustrator dan penikmat seni di Bali, Rabu (23/6) lalu.
Pembekalan dilaksanakan di Gedung Audio Visual Dharma Negara Alaya (DNA) Denpasar.
NFT sendiri pada dasarnya adalah token yang tidak dapat direplikasi dan tidak dapat diganti. Dengan NFT, karya seni dapat 'ditokenisasi' untuk membuat sertifikat kepemilikan digital yang dapat dibeli dan dijual.
Acara yang dihadiri oleh sekitar 30 peserta dari beberapa komunitas seni tersebut diselenggarakan dengan tujuan memperkenalkan suatu platform baru yang berada langsung dibawah Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Denpasar.
Platform tersebut dikenal dengan nama Kepeng.io, sebuah lembaga non-profit yang berupa yayasan komunitas. Desyanta, dalam presentasinya menjelaskan bahwa nama “Kepeng.io” diinspirasi dari keberadaan uang kepeng di Bali. “Kepeng” merupakan mata uang digital yang dibangun sebagai utility token, yang dimanfaatkan sebagai basis investasi dan transaksi.
Desyanta menekankan kembali bahwa kepeng ini bertujuan untuk mendorong perekonomian hingga pelestarian seni budaya Bali melalui teknologi. Visi tersebut dilaksanakan untuk menyelamatkan keberadaan seniman Bali dalam jangka panjang, bukan hanya dari segi validitas karya ciptanya saja tapi juga masuk ke dalam aspek ekonomi.
Materi dijelaskan mulai dari perkenalan NFT sebagai basis pengembangan digital art, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan permasalahan yang dihadapi oleh para seniman saat ini.
Desyanta kembali mengatakan bahwa permasalahan yang sering dihadapi oleh para seniman adalah banyaknya beredar duplikasi karya seni baru, pembajakan hingga perlindungan hak cipta dari segi ekonomi yang belum dijalankan.
Menurutnya, permasalahan seperti ini perlu segera dicarikan solusinya. Solusi tersebut setidaknya mencakup pelestarian tradisi, seni budaya dan pariwisata Bali, juga mampu menyumbang benefit secara ekonomi bagi kesejahteraan para pembuat karyanya.
Desyanta mencontohkan, beberapa motif batik memiliki desain yang unik, namun sebagian diantaranya memiliki legalitas yang belum valid, “Makanya banyak yang menduplikasinya karena tidak ada status hak karya cipta yang jelas”, ungkapnya. “Kasus seniman sekarang adalah tentang Hak Cipta,” tambahnya.
Jika pun memiliki hak cipta, namun kenyataan yang biasanya terjadi di lapangan adalah hak cipta tersebut sudah berbaur dan masuk ke edisi penjualan karya seni selanjutnya. Maka dari itu, kepeng.io mulai melakukan research tentang permasalahan yang terjadi, kemudian mencoba mengembangkan teknologi yang bisa dipakai dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Sebenarnya, imbuh Desyanta, Kepeng.io sudah memiliki salah satu proyek unggulan yang diberi nama Baliola.com. Melalui projek baliola ini dapat dijadikan sebagai jembatan yang memfasilitasi para seniman untuk menginvestasikan karya seninya dalam bentuk digital art product.
“Baliola itu adalah NFT marketplacenya kepeng”, ungkapnya. NFT sebagai token yang tidak memiliki nilai yang sama dan tidak dapat ditukarkan antara satu NFT dengan NFT yang lain begitu saja.
Pada Baliola, seluruh transaksi akan dicatat pada teknologi blockchain. Blockchain tersebut merupakan teknologi penyimpanan data dan proses transaksi yang dilakukan pada jaringan terdistribusi (desentralisasi), dengan menggunakan kode khusus (Cryptography) dalam proses transaksinya.
Desyanta menyampaikan bahwa seperti namanya, blockchain akan menyimpan data dengan blok - blok yang terhubung satu sama lain dalam suatu jaringan.
Cara proses kerjanya yakni diawali dengan satu pihak mengajukan untuk melakukan transaksi, selanjutnya permintaan tersebut akan dikirimkan ke semua pihak dalam jaringan (node), kemudian setiap node melakukan validasi atas transaksi menggunakan algoritma, dan terakhir adalah saat block berhasil dimasukkan maka data transaksi telah tercatat secara permanen.
Kemudian, Desyanta kembali memaparkan tentang bagaimana cara melindungi hak cipta digital dengan menggunakan teknologi blockchain di NFT marketplace Baliola. “Prosesnya cukup sederhana, para seniman buat karya dulu, kemudian di NFT kan, baru masuk ke marketplace”, imbuhnya.
Para seniman dapat menjual karyanya baik berupa fisik, atau hanya value dan history dari barang itu sendiri. Desyanta mencontohkan, ada sebuah keris pajenengan Bali yang sakral namun keris itu tidak ingin dijual oleh pemiliknya.
Namun, banyak orang yang ingin memilikinya. Salah satu hal yang bisa dilakukan agar keinginan masing-masing individu terpenuhi yakni dengan menjual history, value, ataupun foto dari keris tersebut.
Desyanta menyatakan bahwa apapun bentuk karya seni di Bali dapat di NFT kan. Mulai dari desain villa, ukiran, brand, hingga gedung dan video TikTok. “Nah ini bisa di NFT kan. Nantinya, kalau ini laku maka hasil penjualannya masuk juga ke desainernya”, ujarnya.
“Yang dijual itu bisa dari ceritanya, value yang ada didalamnya. Perihal mereka mau jual barang/karya fisiknya ya tergantung komunitasnya”, ungkapnya.
Pada prinsipnya, Ia menegaskan bahwa kepeng kripto ini bergerak dengan motto 'kita untuk kita'.
Nah, walaupun prosesnya cukup mudah, namun ada persyaratan awal yang harus dilakukan jika masuk ke dalam Baliola. Baliola sendiri merupakan marketplace yang di kurasi. Artinya semua karya harus di cap terlebih dahulu agar bisa masuk.
Baru nantinya, karya cipta dalam bentuk digital tersebut akan ditampilkan di website Baliola. Menurut Desyanta, kelebihan yang didapat ketika para komunitas seniman Bali bergabung di Baliola adalah salah satunya, mereka akan mendapatkan sertifikasi dari Bekraf dan validasi oleh komunitas seni.
Prospek ke depan dari market ini pun dirasa akan memiliki kekuatan yang besar, karena tujuan utamanya adalah melindungi karya cipta.
Harapan ke depan Desyanta adalah jika kepeng dapat berkembang secara kontinuitas, maka kepeng ini dapat digunakan untuk membiayai berbagai macam kegiatan transaksi.
Namun perlu diingat, kepeng ini tidak bisa digunakan untuk transaksi langsung, namun dapat digunakan penebusan (redeem) kepeng. “Saya harap ke depan dapat dilakukan transaksi jual beli pakai kepeng," ujarnya.