Jakarta, Gatra.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam Rapat Paripurna DPR melaporkan bahwa utang pemerintah Indonesia hingga Desember 2020 mencapai Rp6.074,56 triliun. Jika dibandingkan penerimaan negara, rasio utang Indonesia tembus hingga 369 persen.
Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menilai, hal itu mengindikasikan menurunnya kemampuan pemerintah membayar utang. Menurutnya, besaran utang tersebut merupakan lampu merah bagi pemerintah.
“Melonjaknya utang pemerintah dan biaya bunga sudah lampu merah, karena melewati batas produk domestik bruto (PDB). Jadi ini betul-betul gawat. Artinya, ruang fiskal sudah sempit,” kata Hafisz, Kamis (24/6).
Hafisz menuturkan, standar International Debt Relief (IDR) untuk rasio utang yang stabil berada di kisaran 92-176 persen. Rasio utang yang terus meningkat bisa mengakibatkan penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunganya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 44,28% pada 2022. Angka itu meningkat dari outlook rasio utang tahun ini yang sebesar 41% - 43% terhadap PDB. Rasio utang cenderung naik sejalan dengan meningkatkan defisit anggaran.
Tak hanya itu, Hafisz menyebut utang pemerintah juga telah melebihi ambang batas rasio debt service yang direkomendasikan IMF yakni, 25-35 persen. Sedangkan rasio debt service terhadap penerimaan APBN 2020 sebesar 46,77 persen.
Begitu pula rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan tahun 2020 yang sebesar 19,06 persen. Angka tersebut melampaui rekomendasi IDR yang mematok di kisaran 4,6-6,8 persen dan standar IMF sebesar 7-19 persen.
“Sebetulnya ini sudah menjadi peringatan keras bagi pemerintah dalam pengelolaan keuangan, karena dapat menciptakan fraud,” katanya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) menyebut posisi utang pemerintah naik cukup tajam yaitu sebesar Rp1.296,56 triliun, jika dibandingkan akhir tahun 2019 yang berjumlah Rp4.778 triliun. Selama lima tahun terakhir, pertumbuhan utang pemerintah melebihi pertumbuhan PDB, sehingga menciptakan ruang debt yang tinggi.