Jakarta, Gatra.com – Koalisi Serius Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menegaskan bahwa di dalam UU yang dinilai bermasalah tersebut masih terdapat persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan Pedoman Implementasi UU ITE.
Koalisi Serius menilai bahwa yang menjadi pokok permasalahannya terletak pada ketidakjelasan atau kekaburan norma hukum yang tercantum dari pasal-pasal yang selama ini lebih sering digunakan untuk mengkriminalisasi warga negara. Koalisi ini melihat bahwa permasalahan tersebut melanggar UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Selain itu, Koalisi Serius juga menyayangkan bahwa draft SKB tersebut belum pernah dibuka ke publik. Dengan demikian, koalisi menilai bahwa pembentukan pedoman ini minim partisipasi publik. Situasi tersebut juga menunjukkan bahwa proses penyusunan tidak terbuka dan tidak partisipatif.
Padahal, menurut Koalisi Serius, partisipasi publik yang bermakna, efektif, dan inklusif merupakan bagian yang sangat penting dalam penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia.
“Tidak bisa hanya bersifat formal, akan tetapi harus berkelanjutan dan memasukkan opini dan kekhawatiran masyarakat dalam setiap keputusan,” ujar pernyataan tertulis Koalisi Serius Revisi UU ITE, Kamis, (24/6).
Koalisi Serius juga mengingatkan bahwa pedoman tersebut merupakan bentuk penegasan bahwa UU ITE memang penuh masalah. “Dan ini tidak boleh dianggap sebagai proses pengganti revisi UU ITE. Penerbitan pedoman ini harus dianggap sebagai aturan transisi sebelum adanya revisi UU ITE,” tulis pihak Koalisi Serius.
Koalisi Serius menekankan agar praktik pembuatan pedoman untuk menjawab revisi sebuah UU yang bermasalah tidak menjadi sebuah kebiasaan di Indonesia. Dalam hal ini, koalisi menilai bahwa pemerintah harus tetap berkomitmen untuk merevisi UU ITE sesuai dengan Pasal 28 J UUD 1945 yang menegaskan bahwa pembatasan hak asasi manusia haruslah berdasar pada UU.
Atas dasar hal tersebut, Koalisi Serius Revisi UU ITE juga mendesak kepada pemerintah untuk tetap memprioritaskan dan menjaga komitmen Revisi UU ITE. Salah satu langkah yang harus segera diambil oleh pemerintah, menurut koalisi tersebut, adalah untuk segera melakukan pengajuan revisi dan pembahasan dengan DPR RI.
Koalisi Serius juga mendorong pemerintah untuk lebih terbuka dan partisipatif dalam proses penyusunan revisi UU ITE, misalnya dengan sungguh-sungguh melibatkan masyarakat terdampak regulasi (meaningful and inclusive participation).
Koalisi Serius mengingatkan bahwa proses regulasi UU atau revisi UU ITE juga dapat memakan waktu yang panjang. Maka dari itu, koalisi tersebut menilai bahwa moratorium kasus UU ITE menjadi penting untuk pemerintah agar tidak memproses kasus-kasus yang berhubungan dengan pasal-pasal karet tersebut.
Koalisi Serius memandang bahwa pemerintah juga dapat menghentikan semua proses yang sedang berlangsung. Koalisi melihat bahwa negara mengetahui dan mengerti bahwa adanya pasal-pasal karet UU ITE tersebut bermasalah dan dapat melanggar hak kebebasan berpendapat dan berkespresi.
Selain itu, menurut Koalisi Serius, memulihkan korban yang sudah terbukti dijerat pasal-pasal karet UU ITE adalah sebuah bentuk hak asasi yang harus dipenuhi dan dilakukan oleh negara saat ini juga sesuai dengan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang juga sudah diratifikasi oleh Indonesia.
Seperti diketahui, Surat Keputusan Bersama Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian RI dan resmi berlaku pada 23 Juni 2021.