Jakarta, Gatra.com – Perusahaan atribusi global terkemuka, AppsFlyer baru-baru ini merilis Laporan State of Finance App Marketing edisi 2021 yang menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat ketiga di dunia (dari 15 negara) dalam bidang instalasi aplikasi kategori Keuangan. Indonesia unggul dari negara besar lain seperti Amerika Serikat (peringkat 4) dan Rusia (peringkat 5), namun masih kalah dari India dan Brazil yang menempati posisi pertama dan kedua.
Dengan jumlah populasi yang besar dan tingkat populasi underbank dan unbanked yang relatif tinggi, Indonesia juga menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang berada di posisi lima besar di peringkat negara yang menginstall aplikasi keuangan.
Laporan State of Finance App Marketing AppsFlyer 2021 meneliti 2,7 miliar instalasi aplikasi di Asia Pasifik di periode Q1-2019 dan Q1-2021, dari seluruh 4,7 instalasi aplikasi di seluruh dunia. Laporan ini juga memantau 600 juta instalasi non-organik dan 1.230 aplikasi yang terdaftar di pasar aplikasi Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Aplikasi yang masuk dalam kategori keuangan tersebut meliputi sub-kategori seperti bank digital, bank tradisional, layanan keuangan, pinjaman dan investasi online.
“Tahun 2020 adalah momen game changer yang berdampak pada bagaimana bisnis dan konsumen berinteraksi dan beroperasi. Sektor fintech beradaptasi secara drastis pada berbagai perubahan lingkungan dan mengakselerasi transformasi digital, terutama di negara-negara berkembang di mana sangat banyak masyarakat yang belum punya rekening bank dan tidak memiliki akses ke perbankan,” kata Senior Customer Success Manager, APAC AppsFlyer, Luthfi Anshari.
Biaya marketing aplikasi di Asia Tenggara secara umum bergantung pada permintaan aplikasi fintech. Di Indonesia, laporan ini menunjukkan bahwa rata-rata keseluruhan biaya marketing meningkat sejalan dengan bertambahnya permintaan pada aplikasi fintech.
Pada kuartal kedua 2020, anggaran marketing berkurang hingga hampir 50% akibat pandemi global dan lockdown, namun disertai pemulihan kondisi yang berjalan cepat. Karena tingginya tingkat permintaan terhadap solusi pembayaran touchless (nirsentuh), permintaan pada aplikasi fintech bertambah hingga 75%. Marketer di Indonesia melanjutkan pengeluaran iklan demi akuisisi user baru. Terlihat dari peningkatan biaya yang drastis hingga 180%, dari Q2-2020 sampai Q1-2021, yang menyebabkan instalasi non-organik, dengan tingkat pemulihan sebesar 26% di periode waktu yang sama.
Lebih lanjut, Luthfi menyebut bahwa banyaknya pengguna yang bergeser ke perangkat seluler mereka mendorong institusi/lembaga keuangan beradaptasi dengan tren. “Hal ini memungkinkan para konsumen bertransaksi melalui ponsel mereka. Seiring meningkatnya aplikasi pembayaran touchless di negara ini, para marketer harus fokus dalam memenuhi peningkatan demand ini melalui kampanye remarketing dan akuisisi pengguna agar berhasil di antara para pesaing,” tambah Luthfi.
Secara rerata marketer di Asia Tenggara menghabiskan total US$244 juta untuk berinvestasi pada aplikasi fintech untuk menggaet user baru pada 2020. Secara global, sebanyak total US$3 miliar (Sekitar Rp43,2 triliun rupiah) dihabiskan pada 2020.
Di Indonesia, para pengguna umumnya men-download aplikasi Layanan Keuangan, termasuk aplikasi mobile payment, kartu kredit, dan aplikasi Pinjaman. Dua kategori besar ini berkontribusi besar terhadap jumlah total download di Indonesia.
Meski, tingkat fraud instalasi aplikasi cukup tinggi di Asia Tenggara, terutama pada sejumlah level fraud pada jenis Keuangan di mana negara-negara Asia Tenggara mengalami penurunan tingkat fraud antara Q1-2020 dan Q1-2021 di seluruh kategori. Fraud pada aplikasi Layanan Keuangan - sebagai jenis aplikasi paling populer digunakan di Indonesia - mengalami tingkat penurunan yang drastis sebesar 48%.