Jakarta, Gatra.com - Pembekuan darah yang terjadi akibat vaksin, khususnya keluaran AstraZeneca, kebanyakan dijumpai pada pembuluh darah di daerah kepala, yang disebut Cerebral Venous Sinus Thrombosis (CVST). Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Zullies Ikawati, lewat keterangan tertulisnya yang diterima Gatra.com Senin (21/6).
Ia membeberkan bahwa gejala-gejalanya adalah sakit kepala yang hebat, kadang disertai gangguan penglihatan, mual, muntah dan gangguan berbicara. Bisa juga dijumpai dengan nyeri dada, sesak nafas serta pembengkakan pada kaki atau nyeri perut. Kadang juga ada lebam di bawah kulit.
"Jika terdapat gejala-gejala demikian, segera saja mencari bantuan medis," ujar Ikawati.
Di Eropa, tuturnya, reaksinya umumnya terjadi 3-14 hari setelah vaksinasi. Yang menarik dari kasus pembekuan darah yang terjadi pada penggunaan vaksin ini di Eropa yaitu sebagian besar terjadi pada usia muda (di bawah 40 tahun), bahkan di bawah 30 tahunan dan kebanyakan adalah wanita.
Karena itu, di Inggris, badan otoritas setempat merekomendasikan bagi mereka yang berusia di bawah 40 tahun untuk menggunakan vaksin selain AstraZeneca. Namun jika telah menggunakan vaksin AstraZeneca pada suntikan pertama dan tidak mengalami masalah apapun, disarankan untuk meneruskan suntikan kedua dengan vaksin AstraZeneca lagi.
Di samping itu, Mantan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) itu mengatakan, belum ada bukti bahwa orang-orang dengan riwayat pembekuan darah berisiko mengalami pembekuan darah akibat vaksin. Ia menuturkan, yang lebih berisiko justru mereka yang pernah mengalami Heparin-Induced Thrombocytopenia and Thrombosis (HITT atau HIT tipe 2), tetapi kejadian ini pun sangat jarang.
"Namun demikian, untuk kehati-hatian, ada baiknya mereka yang punya riwayat pembekuan darah tidak menggunakan vaksin jenis ini," ungkap Ikawati.